Friday, July 12, 2013

Gule Kuta-kuta, Gulainya Orang Karo

Salah satu masakan khas tradisonal Karo, semacam gulai ayam (biasanya yang dipakai adalah ayam kampung). Masakan ini sering dihidangkan pada saat acara-acara yang berbau adat entah itu pesta perkawinan, kematian atau yang lainnya. Bumbu dasarnya sama saja dengan bumbu gulai yang lainnya, tetapi yang special karena ditambah dengan asam patikala/cekala (buahnya kecombrang). Berikut ini adalah resep dari "gule Kuta-kuta", bagi yang tertarik bisa dipraktekan dirumah ya ^_^

Resepnya:

  • 1 kg ayam kampung , dibakar sebentar
  • 1/2 kg kentang, potong bagi empat
  • 2 buah honje, diiris tipis2
  • 3 buah serai digeprek
  • 5 buah asam patikala, digeprek
  • 500 ml santan kental
  • 500 ml air
  • Garam
  • 1 batang daun prei

Bumbu Halus:

  • 1/2 ons cabe rawit (kalo tidak suka pedas, bisa dikurangi)
  • 10 buah cabe merah
  • 10 buah bawang merah 
  • 5 buah bawang putih
  • 1/2 ruas lengkuas (kurleb 5-7 cm)
  • 1 ruas jari kunyit (kurleb 2-3 cm)

Cara Membuat:
1. Masukkan bumbu halus ke dalam air beserta serai dan asam patikala, serta ayam. Masak hingga ayam lunak.
2. Masukkan kentang, masak sampai lunak, kemudian masukkan irisan honje dilanjutkan dengan santan.
3. Aduk agar santan tidak pecah dan masak, masukkan garam secukupnya.
4. taburkan daun prei yang telah dipotong kasar.

Cimpa Tuang, Snack Sehat Ala Suku Karo

Cimpa Tuang adalah salah satu makanan khas dari daerah Tanah karo. Rasanya gurih dan manis. Cimpa biasanya di hidangkan pada saat Kerja Tahun ( pesta kampung ) yang dirayakan setiap tahun. Ada lima jenis cimpa yaitu, cimpa tuang, cimpa gulame, cimpa bicara siang (matah), cimpa unung-unung, cimpa lepat. Kue khas Suku Karo ini biasa di sajikan bila ada acara besar, misalnya acara memasuki rumah baru,acara perkawinan, acara nujuh bulanan, acara kebaktian rumah tangga dsb.  Sehingga Cimpa ini bisa disebut juga kue yang bisa kita dapat dan nikmati kala ada acara spesial, atau acara besar lainya, maka bisa dikatakan Cimpa merupakan salah satu makanan tradisonal Karo.   Bahan bahannya sederhana dan gampang di cari, Cuma agak lama masaknya karena dimasak sedikit sedikit ( capek berdirinya ).

Bahan yang diperlukan:

  • 1 kg tepung beras
  • 1 kg gula aren di iris halus
  • 1 buah kelapa
  • Garam sedikit

Cara mambuat:

  1. Tepung beras diencerkan dengan santan kelapa dan gula aren yang sudah di iris halus sehingga menjadi adonan yang kental.
  2. Kemudian ditambah dengan sedikit garam
  3. Siapkan wajan yang agak tebal, sebaiknya yang tidak lengket (teflon).
  4. Olesi sedikit minyak goreng setelah wajan panas.
  5. Masukkan adonan ± 1 sendok sayur, tutup sampai mengering kemudian dibalik, dimasak sampai matang di atas api kecil.

Cimpa Tuang ini cocok sekali untuk menu anak sehat karena free gluten dan bisa jadi variasi makanan sehat untuk anak, Natan suka meskipun pertamanya susah untuk di suruh mencoba makan, setelah di coba ketagihan deh…Meski ini makanan tradisonal Suku Karo tapi siapa saja bisa mencobanya.

Tasak Telu, Makanan Tradisional Karo

Kota Berastagi, Kabupaten Tanah Karo dengan pemandangan alam yang indah dan suhu dingin, ternyata tak hanya menjanjikan kenikmatan mata. Berbagai ciri khas kota wisata ini memang tak pernah membosankan untuk dinikmati. Selain sebagai objek wisata kota, kota Berastagi dengan penduduk mayoritas suku Karo ini ternayata juga memiliki kekayaan kuliner khas, salah satunya Tasak Telu. Tak banyak yang mengenal Tasak Telu, makanan tradisional Karo yang biasanya hanya bisa dinikmati untuk acara adat tertentu. Kini, Tasak Telu mulai menjadi menu khusus di warung nasi kawasan kota Brastagi dan Kabupaten Karo.

 Warung makan Neo Cica di Simpang Raya, Kecamatan Berastagi adalah salah satu warung Tasak Telu
yang cukup terkenal di kota Berastagi. Lokasinya sederhana, hanya menggunakan dinding tepas dan makan lesehan. Tapi setiap harinya, warung Mbore Tarigan ini selalu dipenuhi pelanggan.
.Tasak Telu dalam bahasa Karo berarti masakan tiga jenis. Yakni ayam buras rebus dengan bumbu khusus, cepera atau kuah ayam yang dicampur jagung gongseng dan sambah getah yakni sambal khas Karo dari cabe rawit/kincong, jeruk nipis dan sedikit darah ayam.

Bahannya :
1. 1 ekor ayam kampung, diambil dagingnya, hati dan rempela
2. Daun Singkong ( 2 ikat / sesuai selera )
3. Kelapa yang muda ( ½ butir di parut )
4. Cabe rawit ( ½ ons / sesuai selera )
5. Jahe ( 1 ruas jari ) di keprek
6. Lengkuas ( 1 ibu jari ) dikeprek
7. Daun jeruk ( 5 helai )
8. Sereh ( 2 batang ) di keprek
9. Bawang putih ( 2 siung )
10. Jeruk nipis ( 2 buah/ sesuai selera )
11. Darah ayam

Cara membuat :
1. Rebus ayam, hati, rempela, dan usus ususnya kasih garam, sereh, jahe, lengkuas, daun jeruk sampai matang, biar tidak bau amis.
2. Sesudah matang ayam diambil dagingnya, hati, rempela dan usus di cincang.
3. Daun singkong di rebus sampai matang lalu di cincang halus.
4. Cabe rawit diulek sampai halus sama bawang putih, jika sudah halus di kasih air jeruk nipis dan daun jeruknya, dimasak dengan darahnya lalu diberi garam secukupnya dan di rasakan (intinya disini, enak apa tidaknya tergantung di bumbunya ini).
5. Kelapa yang sudah di parut di gongseng sebentar biar jangan cepat basi. ( jangan terlalu kering)
6. Di satukan dalam 1 wadah daging, daun singkong dan kelapanya lalu di aduk rata trus cincang lagi semuanya biar rata lalu di campurkan dengan darah lalu di aduk semuanya sampai merata.
Tasak telu daun singkong dan ayam ini siap di hidang kan dan di nikmati bersama, jika ada lemang lemang ayam akan tambah nikmat sehingga tidak terasa sudah 3 X tambah……hemmmmm…nikmat.

Catatan : Tasak Telu merupakan masakah khas Karo yang berarti “masak tiga” atau “tiga masakan” yang terdiri dari masakan ayam rebus yang dicampur dengan, darah ayam, daun singkong dan kelapa. Air rebusannya bisa disajikan sebagai kuah atau sup. Dalam Bahasa Karo, darah disebut dengan istilah “getah”.

Cimpa, Kue Khas Suku Karo

Masyarakat karo memiliki banyak sekali kerja-kerja adat yang dimana antara lain kerja-kerja adat itu adalah Kerja Tahun atau merdang-merdang, pernikahan, kematian dan lainya. Selain itu masyarakat Karo juga mempunyai makanan, dimana makanan tersebut adalah cimpa. Cimpa adalah salah satu makanan yang sangat penting dan harus ada di setiap pelaksanaan kerja-kerja adat Suku Karo seperti pesta adat pernikahan, kerja tahun atau merdang-merdang dan kerja adat kematian, apabila dalam suatu kerja-kerja adat di dalam masyrakat karo itu tidak ada cimpa, maka kerja adat-adat itu rasanya ada yang kurang.
Cimpa sendiri merupakan suatu makanan yang sangat gampang dibuatnya, dan juga tidak memerlukan banyak bahan-bahan masakan, dimana cimpa itu terbuat dari adonan sagu atau tepung yang diisi dengan campuran kelapa dan gula merah atau yang disebut dengan inti, dan dibungkus dengan daun pisang ataupun daun palma. Cimpa itu sendiri terbagi atas tiga jenis yaitu cimpa unung, cimpa tuang dan cimpa matah, dimana yang menjadi perbedaan diantara jenis-jeins cimpa itu hanya cara pembuatannya saja, dan juga pembuatan cimpa itu sendiri terhitung sangat mudah. Dalam pembuatan cimpa unung, semua bahan seperti terigu atau tepung, telur, kalapa, dan gula merah diampur menjadi satu adonan, lalu digoreng diatas panci yang sudah diolesi daging lemak sapi. Sedangkan dalam pembuatan cimpa unung, sagu atau tepung ketan dicampur dengan air sedikit inolah yang merupakan namnya adonan, lalu diisi dengan sedikit campuran dari kelapa dan gula merah atau sering disebut dengan inti. Setelah adonan tadi diisi dengan inti, lalu dibungkus dengan daun pisang ataupun daun palma, dan dikukus dengan kukusan sekitar 20 sampai 30 menit.

Pada awalanya pembuataan cimpa hanya dilakukan pada saat acara kerja tahun atau merdang-merdang saja, dimana pembuataan cimpa dilakukan pada hari ke enam pada saat kerja tahun atau merdang-merdang dan disediakan di setiap rumah-rumah yang ada disuatu kampong yang sedang melaksanakan kerja Tahun. Tetapi pada saat ini, disetiap kerja-kerja adat Karo selalu disediakan cimpa yang berfungsi sebagai makanan penghidang setelah acara makan-makan telah selesai.

Dari maka itu, cimpa merupakan salah satu makanan yang sangat penting dalam kerja-kerja adat masyarakat Karo.

Marga dan Struktur Sosial Dalam masyarakat Karo

Pada Bagian Ini Saya Menjelaskan Tentang Marga (Klan) Di Suku Karo Serta Struktur Sosialnya.

1. Marga
Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Masyarakat Karo mempunyai sistem marga (klan). Marga atau dalam bahasa Karo disebut merga tersebut disebut untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan yang disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima, yang berarti marga yang lima. Kelima merga tersebut adalah:

  • Karo-karo
  • Tarigan
  • Ginting
  • Sembiring
  • Perangin-angin

Kelima merga ini masih mempunyai submerga masing-masing. Setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara otomatis dari ayah. Merga ayah juga merga anak. Orang yang mempunyai merga atau beru yang sama, dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama. Kalau laki-laki bermarga sama, maka mereka disebut bersenina, demikian juga antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru sama, maka mereka disebut juga bersenina. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka disebut erturang, sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada merga Sembiring dan Peranginangin ada yang dapat menikah di antara mereka.

2. Rakut Sitelu
Hal lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah rakut sitelu atau daliken sitelu (artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga), yang berarti ikatan yang tiga. Arti rakut sitelu tersebut adalah sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu:

  • kalimbubu,  dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi isteri
  • anak beru, keluarga yang mengambil atau menerima isteri
  • senina, keluarga satu galur keturunan merga atau keluarga inti.

3. Tutur siwaluh
adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan, yaitu terdiri dari delapan golongan. Dalam pelaksanaan upacara adat, tutur siwaluh ini masih dapat dibagi lagi dalam kelompok-kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:

  • puang kalimbubu, adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang
  • kalimbubu, adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu, kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi: 
(a) Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberiisteri kepada kelompok                tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adal dari keluarga tersebut. Misalnya A                  bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai                  anak, maka merga Tarigan adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi                  kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung

(b) Kalimbubu simada dareh. adalah berasal dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang. Disebut kalimbubu simada dareh karena merekalah yang dianggap mempunyai darah, karena dianggap darah merekalah yang terdapat dalam diri keponakannya.

(c) Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh karena seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya. Jadi seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan perkawinan.
  • senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.
  • sembuyak,  secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi dekat).
  • senina sipemeren,  yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.
  • senina sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
  • anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri.Anak beru ini terdiri lagi atas:
(a)  anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak tiga generasi                    telah mengambil isteri dari keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat.

(b)  Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama.
  • anak beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah dari kata minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat.

Wednesday, July 10, 2013

Pisau Tumbuk Lada, Pusaka Suku Karo

Kebetulan leluhur saya adalah pandai besi, termasuk kakek dan ayah (bapak) saya mewarisi keahlian pembuatan pisau dan parang (senjata tajam ), desa ujung bawang terkenal dengan desa penghasil pisau karo dan senjata tajam lainnya, keahlian ini tidak semua orang bisa mewarisinya, ayah saya juga ada 5 bersaudara lelaki, hanya 2 yg bisa mewarisinya, walau sekarang sudah tidak terlalu produktif ( beralih jadi wiraswasta ), adapun pisau yang bisa mereka ( pandai besi ) produksi salah satunya tumbuk lada.

Bahan utama pisau ini adalah pada gagang terbuat dari tanduk kerbau, pisau terbuat dari kuningan atau besi, sedangkan sarung pisau terbuat dari pangkal bambu atau tanduk kerbau, Pada pangkal sarung Tumbuk Lada terdapat bonjolan bundar yang selalunya dihias dengan ukiran yang dipahat biasanya bentuknya mirip kepala ayam. Sarung senjata ini sering dilapis dengan kepingan perak atau kuningan.

Tumbuk Lada digunakan secara menikam, mengiris dan menusuk dalam pertempuran jarak dekat. Ia boleh dipegang dengan dua jenis genggaman yaitu dengan mata keatas ataupun mata ke bawah tetapi sekarang pada umumnya jadi perhiasan atau pusaka yg dipakai di acara adat, atau untuk keperluan pengobatan, maka diadakan upacara Ngelegi Besi Mersik kepada Kalibumbu. Sejauh pengetahuan saya senjata ini bisa juga diisi jimat atau bisa juga diisi racun.

Pisau ini sangat unik dalam menentukan pemiliknya, Adapun cara menentukan apakah Piso Tumbuk Lada itu cocok baginya atau tidak ialah:
- dengan mengukur menggunakan teknik ibu jari kanan dan kiri
- dengan menantikan petunjuk lewat mimpi

Tetapi pada saat ini pembuatan senjata ini sudah banyak yang bukan buatan tangan ( hand made ) tetapi sudah menggunakan mesin, sehingga nilai pamor nya berkurang, banyak dijumpai di Pasar, meskipun asli buatan tangan masih banyak ditemukan di perkampungan yang memiliki pandai besi tradisional. Sekedar informasi, jenis pisau ini juga banyak ditemukan di beberapa tempat di Aceh, Sumatera ( Melayu ) sampai ke Malaysia dengan varian berbeda.


Tentang Tumbuk Lada :
Pisau Tumbuk lada ada beberapa motif ukirannya dan ada juga yang tidak berukir. Bahan pisau juga berbeda beda tergantung kepada keperluannya. Kalau Anak Beru mindo besi mersik (piso Tumbuk Lada) kepada kalimbubu maka biasanya bahan besinya terdiri dari 5 negeri (Kerajaan), kemudian dilebur menjadi satu baru kemudian di tempa menjadi pisau. Arti angka lima disini ialah gelah ertima tendi irumah (agar jiwa dan rohnya tetap berada dirumah).

Maksud diadakannya upacara ngelegi besi mersik (pisau) kepada kalimbubu dikarenakan bebere mamana sering kurang / tidak sehat. Menurut kepercayaan , si “Bebere” termama – mama tendinya. Jadi dalam upaya penyembuhan dan agar sakit sang “bebere” tidak kambuh – kambuh lagi maka dimintala besi mersik (pisau) kepada Kalimbubu.

Bahan – bahan piso tumbuk lada ialah besi 5 negeri , anduk kerbo , gading gajah , kayu lemak sawa , kayu petarum (untuk sarungnya) , riman untuk rempu (pengikat sembung/sarung , boleh juga pengikatnya (lantap) yang terbuat dari emas , suasa dan perak.  Ukuran hulu (sungkul) dan sarung (sembung) pisau untuk tumbuk lada bermacam macam jenisnya ada ukiran ‘Pucuk Merbung’ . ‘Cekili Kambing’ , ‘Pakau – Pakau’ , ‘Pantil Manggus’, ‘Desa Siwaluh’ , ‘Lukisan Tonggal’ dll.

Pisau Tumbuk Lada adalah pisau spesifik KARO. Disamping makna besi mersik, tumbuk lada juga banyak digunakan hanya sebagai barang hiasan dan juga sebagai “SENJATA”. Untuk menentukan serasi atau tidaknya pisau tumbuk lada ditangan seseorang maka dapat dilihat dengan cara diukur panjan

g pisau dengan menggunakan ‘ibu jari’ dimulai dari pangkal besinya hingga ke ujung dan biasanya jumlah hitungan akan disesuaikan dengan diri pengguna dan kesemuanya ini juga harus ditanyakan kepada seorang ‘Guru’ (dukun) dan tergantung dengan pekerjaan maupun jabatan sang pemegang tumbuk lada itu sendiri. Ada juga sebagian orang , sebelum memakai atau sebelum memiliki tumbuk lada ini terlebih dahulu dibawa/di impikan dulu semalam. Apabila mendapat mimpi baik maka serasi untuk dipegang olehnya dan sebaliknya.


Masih banyak pisau atau golok khas dari Tanah Karo, tetapi saya akan ulas dikemudian hari

Sumber : http://ujungbawangsimalem.blogspot.com/

Tuesday, July 9, 2013

Kerja Tahun, Tradisi Wajib Suku Karo


Masyarakat Karo adalah masyarakat pedesaan yang sejak dahulu mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Tanaman padi adalah salah satu tanaman penting, yang selain mengandung makna ekonomi juga memiliki keterkaitan terhadap unsur religi dan sosial. Panggilan khusus terhadap tanaman padi yaitu Siberu Dayang menunjukkan penghargaan tersebut. Selain sebagai bahan pangan pokok, kekuatan ekonomi juga merupakan lambang prestise bagi masyarakat. Ukuran dan volume lumbung padi berpengaruh terhadap tolak ukur keberadaan seseorang. Maka agar hasil yang diperoleh cukup memuaskan, semua proses penanaman dari awal hingga akhir harus diberikan penghargaan dan disyukuri dengan harapan mencapai hasil yang baik.

Pada masa lalu proses penanaman padi dilakukan setahun sekali. Proses awal hingga akhir membutuhkan upacara agar berhasil dengan baik. Hal ini sesuai dengan magis animistis pada masyarakat yang menganut ajaran Pemena. Upacara-upacara tersebutlah yang mendasari terselenggaranya kerja tahun pada masyarakat Karo.

Kerja tahun dapat diartikan sebagai pesta yang diselenggarakan masyarakat setahun sekali. Kata “kerja” bermakna pesta dalam bahasa Karo. Kerja tahun ini berdasarkan pada kegiatan pertanian tanaman padi. Terdapat perbedaan pelaksanaan pada beberapa daerah, di mana masing-masing lebih memfokuskan pada fase tertentu dari pertumbuhan padi untuk merayakannya. Ada yang merayakan di masa awal penanaman, pertengahan pertumbuhan, ataupun masa panen.

Ginting (1999: 175-180), merumuskan nama kerja tahun di Karo sebagai berikut:

1. Merdang Merdem
Kerja tahun yang dilaksanakan saat dimulainya proses penanaman padi. Diawali dari penyemaian benih sampai ditanamkan di ladang (merdang). Kerja tahun ini biasanya dilakukan di daerah Tiga Binanga dan Munthe.

2. Nimpa Bunga Benih
Sering juga disebut “ngamburngamburi”. Dilakukan ketika tanaman padi sudah berdaun (erlayuk, ersusun kulpah), yaitu berusia sekitar dua bulan. Hal ini biasa dilakukan di sekitar wilayah Kabanjahe, Berastagi, dan Simpang Empat.

3. Mahpah
Tradisi ini dilakukan ketika tanaman padi mulai menguning. Pelaksanaan kerja tahun ini dilakukan di sekitar wilayah Barus Jahe dan Tiga Panah.

4. Ngerires

Kerja tahun dilaksanakan ketika padi telah dipanen, sebagai ucapan syukur atas hasil yang diterima. Pelaksanaan tradisi ini biasa dilakukan di daerah Batu Karang

Semua acara di atas dilakukan sesuai kepercayaan “pemena” dengan tata cara dan perlengkapan tertentu yang berbeda di setiap fase dan daerah. Selain hal di atas, kerja tahun juga memiliki fungsi lain yaitu mempererat ikatan kekerabatan. Saat kerja tahun, seluruh anggota keluarga berkumpul, termasuk yang dari luar daerah. Hal ini dimanfaatkan untuk sarana pulang kampung, mengunjungi para kerabat, melepas rindu, membicarakan hal-hal yang penting di tengah keluarga, sarana perjodohan putera dan puteri mereka juga untuk hiburan.

Sejalan dengan perkembangan waktu, terjadi perubahan di tengah-tengah masyarakat. Perekonomian
masyarakat yang bersifat pertanian subsistensi bergeser kepada tanaman yang berorientasi pada kebutuhan pasar. Tanaman padi sudah mulai jarang ditanam, digantikan dengan tanaman lain yang dianggap lebih menguntungkan. Selain itu terjadi sikap yang lebih rasional atas konsep-konsep yang bersifat supranatural. Hal ini dipengaruhi oleh penyebaran agama, pendidikan serta perkembangan teknologi di tengah kehidupan masyarakat. Kontak dengan masyarakat lain, seperti pendatang yang bermukim ke daerah-daerah komonitas Karo, maupun transformasi masyarakat Karo menuju luar daerahnya turut mempengaruhi hal tersebut. Namun tradisi kerja tahun tetap berjalan, antusias masyarakat untuk menyelenggarakan kerja tahun tetap saja besar, walaupun membutuhkan persiapan waktu, biaya dan tenaga kerja. Antusias tersebut tidak hanya pada masyarakat di desa namun juga yang sudah bermukim di luar. Hal ini terlihat pada kenyataan bahwa acara ini tidak pernah terlewatkan di setiap tahun serta tetap saja terjadi arus mudik masyarakat untuk menghadirinya.

Masyarakat Karo seperti masyarakat lainnya tentu mengalami dinamika yang mangakibatkan terjadinya perubahan-perubahan. Kerja tahun sebagai tradisi yang merupakan kekayaan budaya masyarakat tetap dapat bertahan dalam artian bahwa pelaksanaan yang tetap rutin dilaksanakan pada setiap tahun. Namun sejalan dengan perubahan dalam masyarakat, harus diyakini bahwa telah terjadi proses adaptasi terhadap kondisi-kondisi di atas. Sangat memungkinkan bahwa faktor ekonomi dan religi yang menjadi konteks dan fungsi primer pelaksanaannya sudah bergeser bahkan tidak ditemukan lagi dalam pelaksanaan kerja tahun tersebut. Bahkan konteks dan fungsi lain yang sudah lebih dominan, seperti hiburan, prestise, dan sebagainya yang mewarnai pelaksanaannya.

Saturday, July 6, 2013

Jenis-Jenis Obat-Obatan Tradisional Suku Karo

MAN ANAK-ANAK ( Untuk Anak Kecil)

a. Tambar kudil/ obat kudis (scabiies)

Pulungenna (ramuannya):
  • Bulung ruku-ruku (daun ruku-ruku)
  • Bulung mbako (daun tembako)
  • Buah jerango (buah jerangau)
  • Buruh (batu apung)
  • Bulung bedi (daun bedi)
  • Minak (minyak kelapa)

Enda me karina igiling, icampur, janah e me isapuken kempak kudil e alu mbulu manuk (ini semua digiling, dicampur, dan dioleskan pada kudisnya dengan bulu ayam)

b. penguras reme/ obat cacar (pokken)

Pulungenna (ramuannya):
  • Bunga kiung (kembang tiung)
  • Bunga cimen (kembang timun)
  • Bunga tabu (kembang labu air)
  • Bunga gundur (kembang kundur)
  • Bunga beras-beras (kembang silaguri)
  • Bunga pilulut (kembang pulut-pulut)
  • Bunga pijer keeling (kembang pijer keling)
  • Bunga sapa (kembang garingging)
  • Bunga baho-saho (kembang buah-buah)
  • Bunga beras (kembang beras)
  • Bunga jamber (kembang labu makan)

Ireme ibas lau meciho, launa e me iinem (direndam dalam air bersih, airnya itu diminum)

c. tambar besar (obat sembab/Lebam/Bengkak)

pulungenna (ramuannya) :
  • bulung sisik naga (daun sisik naga)
  • bulung sigerbang (daun sigerbang)
  • bening (beras hancur)
  • batang pisang rukruk (pohon pisang abu)
  • belo penurungi (sirih lengkap)

karina enda itutu tah pe igiling meluma-melumat, janah e me isapuken i bas si besar e (semuanya ditumbuk atau digiling halus-halus, dan dioleskan pada tempat yang sembab/ bengkak tersebut)

d. tambar tabun (obat epilepsi)

pulungenna (ramuannya) :
  • bulung gundera (daun bawang panjang)
  • bulung terbangun (daun terbangun)
  • bulung serei (daun serai)
  • bulung pupuk mula jadi (daun pupuk mula jadi)
  • bulung kelawas (daun lengkuas)
  • sira (garam)
  • lada (merica)
  • sipesir (rumput tahi babi)
igiling, ipecek, launa iinem (digiling, diperas, airnya diminum)

e. tambar gembung (obat kembung perut)

pulungenna (ramuannya) :
  • bulung pegaga (daun pegaga)
  • belo penurungi (sirih sekapur lengkap)
  • bulung bahing (daun jahe)
  • bulung lasuna (daun bawang putih)
  • bulung kelempoan (daun kelampayan)

igiling, itama ibas perca-perca janah idampelken ibas beltek si gembung e (digiling, dibungkus dalam kain lalu ditempelkan pada perut yang kembung itu.

f. tambar pemantan (obat diare)

pulungenna (ramuannya) :
  • buah gundera (bawang panjang)
  • tinaruh manuk (telur ayam)
  • kulit cingkam (kulit cingkam)
  • sira (garam)
  • acem (asam)

igiling, ipecek janah launya iinem (digiling, diperas lalu airnya diminum).


MAN DIBERU ( PEREMPUAN)

a. tambar la mupus (obat supaya sang ibu subur dan melahirkan)

pulungenna (ramuannya) :
  • bulung silebur pinggan (daun silebur pinggan)
  • bulung sirampas bide (daun sirampas bide)
  • bulung acem-acem (daun asam puyu)
  • daun-daun ini digiling lalu campurannya di taruh dalam kain-kain, kemudian di simpan di bawah celana dalamnya.

b. tambar la erlau cucu (obat membuat susu ibu berair)
pulungenna (ramuannya) :

  • bunga tepu kerbo (bunga mombang kerbau)

direndam dalam air jernih, lalu airnya diminum. Setelah beberapa hari maka si ibu akan memiliki banyak susu.

c. tambar ngerawis (obat memperlancar kelahiran)
pulungenna (ramuannya) :

  • bunga gadung belin (bunga ubi si arang)
  • bunga rudang gara (bunga kembang sepatu)

bunga-bunga ini dicincang, ditaruh di dalam air bersih lalu airnya diminum oleh si ibu yang mau melahirkan.

d. tambar barut (obat gondok)
ambil buih air yang melekat di batu, dicampur dengan sedikit air lalu diminum

( MAN DILAKI ) LAKI-LAKI

a. tambar karang (obat sakit kencing (gonorzhoe)
pulungenna (ramuannya) :

  • buah kenas tasak (buah nenas masak) < ini bukan sembarang nenas
  • gula batu
  • jeira 

nenas dikupas trs dipotong persegi sekitar 1 inci perpotong trs gula batu ditabur dinenas … bersama dgn jeira nya di tumbuk terus diembunkan semalam … tata cara makannya juga ada..

b. tambar jalang jahe (obat sipilis)
pulungenna (ramuannya) :

  • buah lobak (buah lobak)
  • gula batu
  • jeira jantan

lobak dipotong potong persegi … tabur gula batu taruh jeira nya trus campur dgn air hangat .. secukupnya .. trs diembunkan semalam … tata cara minum nya juga ada

c. tambar kurap/pano (obat kurap/panu)
pulungenna (ramuannya) :

  • bulung alinggang (daun galinggang)
  • kapur (kapur)

keduanya digiling, diperas. kemudian airnya dioleskan ke panu/kurap lalu ampasnya dimakan.

MAN SINTEREM ( ORANG BANYAK)
a. tambar arun/magin(obat malaria)
pulungenna (ramuannya) :

  • buah kuning gajah (Temulawak yang induknya)
  • buah jerango (buah jerangau)
  • buah rimo mungkur (buah jeruk purut)
  • sira (garam)
  • lada (merica)
  • acem (asam)

ramuan ini digiling atau ditumbuk lalu diperas airnya untuk diminum.

b. tambar penyampi (obat sakit perut)
pulungenna (ramuannya) :

  • bulung rih (daun lalang muda)
  • ditumbuk dan tempelkan pada perut.

atau

  • ageng (arang)

digiling dan tempelkan pada perut.

c. tambar batuk (obat obat batuk)
pulungenna (ramuannya) :

  • bulung gundera (daun bawang panjang)
  • sira (garam)
  • lada (merica)
  • beras (beras)
  • kemiri (kemiri)

semuanya digiling, campur dengan air lalu diminum.

d. tambar rangsang (obat memar)
pulungenna (ramuannya) :

  • bulung mbertik (daun pepaya)

dikunyah-kunyah lalu semburkan pada bagian yang sakit

e. tambar luka (obat luka)
pulungenna (ramuannya) :

  • bulung solawan (daun salawan)
  • bulung sampun (daun rumput manis)
  • bulung sipil-sipil (daun sipil-sipil)

takaran banyaknya disamakan, dikunyah lalu letakkan pada luka tersebut. seandainya gak ada ketiganya, satu atau duapun sudah boleh dijadikan ramuannya

e. tambar sela sibakut (obat disengat lele)
pada bekas disengatnya diisap agar keluar darahnya, sesudah itu dikencingi pada bekas sengat itu, untuk obatnya sudah dipaparkan beberapa contoh ramuan obat2an karo baik untuk anak, ibu, dan pria. tetapi pembagian tersebut tidak mutlak tergantung pada jenis2 penyakit yang dihadapi.. pada obat2 tertentu memang benar2 khusus untuk golongan tertentu misalnya khusus ibu2 atau khusus lelaki.

Merangsang Pertumbuhan ASI dengan Air Nira Aren

MUNGKIN sering kita lupakan dengan keberadaan berjuta tumbuhan tropis sebagi aset yang dapat
dimanfaatkan untuk hajat hidup manusia. Salah satunya tentang man-faat pohon aren dalam menjaga kesehatan dan perawatan kulit. Air nira aren dapat dijadikan, bukan hanya seperti yang kita konsumsi selama ini, yakni air nira untuk minuman dan bahan baku membuat gula aren. Padahal ada yang cukup spesifik dijadikan sebagai ba-han baku obat-obatan tradisi-onal, misalnya untuk haid yang tidak teratur, sembelit, saria-wan, radang paru-paru,disentri, kepala pusing dan memulihkan keletihan.

Sisi lain yang tidak kalah pentingnya yakni air nira asli dari pohon aren dapat merang-sang kecukupan (ASI) air susu ibu. Apabila si ibu baru mela-hirkan, namun payudaranya belum mengeluarkan air susu. Sebaiknya dirangsang dengan meminum air nira asli. Inilah solusi terbaik dengan hanya biaya murah. Hanya dalam hitungan hari setelah si ibu secara rutin meminum air nira aren pagi dan sore, spontan payudara si ibu membengkak, pertanda ke-cukupan air susu yang terkan-dung di dalamnya. Seperti apa yang diuraikan sejumlah pakar kesehatan, belum ada yang dapat menan-dingi air susu ibu dalam upaya merangsang pertumbuhan ba-yi.

Kolang-Kaling
Buah aren yang sudah cukup matang dapat diolah menjadi cangkaleng (kolang-kaling) yang menjadi makanan khas di bulan Ramadlan. Meskipun harganya tidak sebagus harga gula aren dan cenderung mu-siman, produksi kolang-kaling cukup menguntungkan. Bahkan kolang kaling ini dapat menetralkan gula darah, walaupun kolang kaling me-ngandung unsur gula setelah dimasak,tetapi tidak memba-hayakan.Secara ekonomi, pohon aren berfungsi sebagai sumber pen-dapatan bagi sebagian ma-syarakat, misalnya bagi para pengolah nira dan gula aren. Nira aren dapat dibuat minu-man (lahang) dan gula aren (gula kawung). Saguer, atau nira dari pohon aren juga dapat dibuat menjadi etanol (ethyl alcohol), yaitu bahan bakar alternatif untuk menggantikan minyak tanah, gas elpiji, dan bensin.

Di kemudian hari mungkin nira bisa menjadi bahan bakar alternatif. Gula aren (palm su-gar) juga tak kalah manfaat-nya. Untuk sagandu (satu buah) gula yang kualitasnya bagus, bisa dijual Rp 1.500,00- 3.000,00. Apalagi jika pasokan gula sedang menurun, harganya pasti cukup melambung.Satu bonjor (terdiri dari be-berapa buah gula yang disusun dan dibungkus dengan pelepah pisang yang sudah kering).

Saat ini telah tercatat ada empat jenis pohon yang ter-masuk kelompok aren yaitu Arenge pinata (wurmb) Merr, Arenge undulatitolia Bree, Arenge westerhoutii Griv dan Arenge ambcang Becc. Di an-taranya keempat jenis tersebut yang sudah diketahui man-faatnya adalah arenge piflata, yang dikenal sehari-hari de-ngan nama aren ata enau.

Aren termasuk suku Araca-ceae (pinang-pinangan). Bata-ngnya tidak berduri, tidak bercabang, tinggi dapat menca-pai 25 meter dan diameter pohon dapat mencapai 65 cm. Tanaman ini hampir mirip dengan pohon kelapa.Perda-annya jika pohon kelapa batang pohonnya bersih (pelepah daun yang tua mudah lepas maka batang pohon aren ini sangat kotor karena batangnya terbalut oleh ijuk sehingga pelepah daun yang sudah tua sulit diambil atau lepas dari batangnya.Aren (arrenge pinnata) mempunyai banyak nama dae-rah seperti, bakjuk (Aceh), pola/paula (Karo), bagot (To-ba), agaton/bargot (Mandailing anau/neluluk/nanggong (Ja-wa), aren/kawung (Sunda), hanau (dayak, Kalimantan On-au (Toraia. Sulawesi), mana/nawa-nawa (Ambon, Malu-ku).

Akar serabut pohon aren sangat kokoh, dalam, dan terse-bar sehingga memiliki fungsi penting bagi penahan erosi tanah. Selain itu, akar aren juga memiliki kemampuan mengi-kat, sehingga pohon aren bisa ditanam di daerah yang relatif kering dan tidak perlu pera-watan intensif. Ini juga mem-bantu kelestarian lingkungan hidup terutama untuk penghi-jauan pada daerah lereng pegunungan dan sungai-sungai

Kurang Budidaya
Sayangnya, budidaya aren di pedesaan Tatar Sunda saat ini kurang maksimal. Penye-babnya mungkin karena pada umumnya pohon-pohon aren yang tumbuh dan tersebar di kebun, huma dan ladang lebih utama dikembangbiakkan se-cara alami oleh careuh (mu-sang).Semakin banyak musang yang mati karena diburu, maka semakin menurun pula populasi pertumbuhan pohon aren.

Bagi masyarakat Indonesia, termasuk Tatar Sunda, tumbu-han aren memiliki keragaman fungsi sosial, ekonomi, dan bu-daya. Misalnya sebagai bahan upacara adat, bahan obat-obatan, bahan bangunan dan perabotan rumah tangga, sum-ber bahan pangan, serta pakan ternak.Di beberapa daerah di Tatar Sunda yang masih memegang teguh tradisi leluhur, aren merupakan salah satu bahan untuk upacara adat. Pelepah dan daun aren biasa digunakan untuk sawen pada tanam padi, penutup bibit tanaman padi yang baru tumbuh di perse-maian, serta ngalaksa dan nyalin seusai panen padi.

Beberapa bahagian dari po-hon aren dapat digunakan seperti, daun aren yang masih muda biasa dimanfaatkan masyarakat pedesaan untuk bahan rokok linting yang diisi tembakau dan daun tuanya untuk bahan atap rumah. Ijuknya juga dapat diguna-kan untuk atap rumah, sapu, bahan tambang, penyaring air dan untuk sarang bertelur ikan di kolam dalam penetasan. Sayangnya, saat ini sudah jarang rumah penduduk pede-saan yang beratapkan daun dan ijuk aren. Walaupun masih ada hanya di daerah atau wilayah-wilayah tertentu. Pemanfaatan ijuk sebagai atap masih terlihat untuk beberapa bangunan cagar budaya dan beberapa bangunan di objek wisata.

sumber: www.karo.co.id

MUKUL (PERSADA TENDI) SUKU KARO

Setelah acara pesta Adat Perkawinan Karo selesai diadakan, dilanjutkan dengan acara makan bersama (mukul) kedua pengantin yang dibarengi sanak keluarga terdekat. Acara ini diadakan dirumah kedua pengantin dan kalau rumahnya belum ada, diadakan dirumah orang tua pengantin laki-laki tetapi kalau didaerah Langkat acara mukul ini diadakan dirumah pengantin perempuan. Acara ini dilaksanakan sebagai upacara mukul atau persada tendi (mempersatukan roh) antara kedua suami istri baru tersebut. Untuk acara tersebut oleh Kalimbubu Singalo Bere-Bere disiapkan Manok Sangkep berikut sebutir telur ayam.

Untuk tempat makan disiapkan pinggan pasu beralaskan uis arinteneng diatas amak cur. Didaerah Langkat acara Mukul ini diawali dengan kedatangan kedua pengantin dan rombongan dari rumahnya menuju rumah orangtua pengantin perempuan dan sesampai dipintu rumah orangtua pengantin perempuan, kedua pengantin berhenti sejenak untuk ditepung tawari dengan ngamburken beras meciho kepada kedua pengantin. Hadirin lalu “ralep-alep” dan “ndehile” dan ketika nepung wari (njujungi beras) ini Kalimbubu memberi petuah atau berkat (pasu-pasu) : “Enda amburi kami kam alu beras meciho, maka piher pe beras enda, piherenlah tendi ndu duana”. (ini kami hamburkan/tuangi kalian dengan beras putih bening, karena itu keras(kuat) pun beras ini lebih keras(kuat) Roh kalian berdua.

Setelah itu baru masuk kerumah dan dilanjutkan dengan acara suap-suapan antara kedua pengantin. Bibi pengantin kemudian memberi sekepal nasi kepada masing-masing pengantin dan si suami menyuapkan nasi yang ditangannya ke mulut istrinya, lalu diikuti si istri menyuapkan nasi yang ditangannya ke mulut suaminya. Sebelum makan biasanya makanan ayam dan telur sebutir untuk kedua pengantin tersebut diramal dulu maknanya oleh guru (dukun/paranormal) dan biasanya guru tersebut meramalkan masa depan kedua suami istri yang baru tersebut.

Bahwa didalam semua upacara adat Karo dalam proses melamar, membayar utang adat kepada Kalimbubu semua sarana-sarana kelengkapan adat seperti misalnya belo bujur diletakkan diatas uis arinteneng yang diletakan diatas piring dan amak cur. Belo bujur ini bermakna supaya diberkati Tuhan dan uis arinteneng tersebut bermakna supaya roh-roh menjadi tenang.

Melihat proses-proses perkawinan tersebut penuh dengan simbol-simbol yang bermakna kepercayaan maka benarlah hasil penelitian A. Van Gennep seorang Sosiolog bangsa Perancis yang mengatakan perkawinan pada masyarakat Karo adalah bersifat religius. Dan seperti apa yang dikutip oleh Darwan Prinst S.H, dalam bukunya adat Karo sifatnya religius dari perkawinan adat Karo dimaksud terlihat dengan adanya perkawinan maka perkawinan tersebut tidak hanya mengikat kedua belah pihak yang hadir saja, tapi juga mengikat keseluruhan keluarga kedua-kedua belah pihak termasuk arwah-arwah leluhur mereka.

Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa upacara-upacara perkawinan masyarakat Karo bersifat religius atau merupakan sebuah rangkaian upacara-upacara agama yang penuh dengan simbol-simbol berbagai makna yang bersifat kepercayaan, dan pada saat itu nenek moyang masyarakat Karo beragama Pemena (penyembah berhala). Adat Karo sudah ada sejak dahulu kala atau setidak-tidaknya jauh sebelum Injil memasuki wilayah Karo.