Monday, January 30, 2012

Surat Wakil Presiden Indonesia Kepada Rakyak Karo

Bukittinggi, 1 Januari 1948
“Kepada Rakyat Tanah Karo Yang Kuncintai”.
Merdeka!
Dari jauh kami memperhatikan perjuangan Saudara-saudara yang begitu hebat untuk mempertahankan tanah tumpah darah kita yang suci dari serangan musuh. Kami sedih merasakan penderitaan Saudara-saudara yang rumah dan kampung halaman habis terbakar dan musuh melebarkan daerah perampasan secara ganas, sekalipun cease fire sudah diperintahkan oleh Dewan Keamanan UNO.
Tetapi sebaliknya kami merasa bangga dengan rakyat yang begitu sudi berkorban untuk mempertahankan cita-cita kemerdekaan kita.
Saya bangga dengan pemuda Karo yang berjuang membela tanah air sebagai putra Indonesia sejati. Rumah yang terbakar, boleh didirikan kembali, kampung yang hancur dapat dibangun lagi, tetapi kehormatan bangsa kalau hilang susah menimbulkannya. Dan sangat benar pendirian Saudara-saudara, biar habis segala-galanya asal kehormatan bangsa terpelihara dan cita-cita kemerdekaan tetap dibela sampai saat yang penghabisan. Demikian pulalah tekad Rakyat Indonesia seluruhnya. Rakyat yang begitu tekadnya tidak akan tenggelam, malahan pasti akan mencapai kemenangan cita-citanya.
Di atas kampung halaman saudara-saudara yang hangus akan bersinar kemudian cahaya kemerdekaan Indonesia dan akan tumbuh kelak bibit kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Karo, sebagai bagian dari pada Rakyat Indonesia yang satu yang tak dapat dibagi-bagi.
Kami sudahi pujian dan berterima kasih kami kepada Saudara-saudara dengan semboyan kita yang jitu itu: “Sekali Merdeka Tetap Merdeka”.
Saudaramu,
MOHAMMAD HATTA
Wakil Presiden Republik Indonesia

Monday, January 23, 2012

MENGANGKAT TULANG-TULANG, CARA ORANG KARO MENGHORMATI LELUHURNYA

     Orang Karo sangat beradat dan menghargai leluhur sehingga secara khusus memilki kebudayaan mengumpulkan kembali tulang-tulang leluhur yang telah lama meningal dunia. Cara ini dikenal dengan Nampeken TULAN-TULAN (Nampeken = mengambil dalam arti mengumpulkan kembali , Tulan-tulan = Tulang/ skeletons). Dalam bahasa sederhananya dikatakan MUAT TULAN-TULAN (MUAT= MENGUMPULKAN). Muat tulan-tulan  merupakan satu dari sekian banyak upacara adat karo,sebagai wujut penghormatan kepada orang tua dan leluhur.
Tulan-tulan/ Tulang-tulang (sumber SAPOHOLLAND FB Group)                

    Biasanya acara seperti ini dilakukan di JAMBUR.  Jambur adalah Rumah tempat penyelengaraan kegiatan adat suku Karo yang lebih besar dari sebuah pesta perkawinan. Bayangkan saja sejumlah anak beranak empat hingga lima keturunan berkumpul bersama untuk mengujutkan acara ini.
Pengumpulan tulan-tulan (SAPO HOLLAND FB GROUP)                                                      
Dalam sebuah kesempatan:  Ade Fani Ketaren, menyampaikan pengalamannya dalam kegiatan adat budaya KARO ini. Yang bertugas mengali kuburan adalah anakberu,semua tulang2 yang di ambil lalu di cuci bersih,lalu di mandikan dengan lau penguras (air yang dibuat khusus untuk acara ini) yang  dibuat dari ramuan jeruk purut, air kelapa muda dan beberapa rempah lain.Lalu setelah bersih dan di mandikan dengan lau penguras, maka tulang belulang di susun sedamikina rupa dan dibacakan doa-doa. Kemudian di bungkus dengan dagangen (kain putih) lalu di sumpitken (dibungkus sedemikian rupa). Kemudian tulang-tulang tersebut di bawa kerumah sambil menunggu prosesi saudara yang lain selesai.
     Namun belakangan ini  yg bertugas mengali kuburan sekarang sudah mengunakan aron/pekerja yang diminta khusus dan dibayar. Lihat gambar, laki-laki yang jongkok di sebelah kiri itu anak beru “bayaran” istilahnya. Setelah semua tulang belulang sodara2 yang lain terkumpul, maka tulang belulan di masukkan dalam peti kecil dan masing-masing peti di buat nama yang bersangkutan, lalu di adakan acara adat namanya ngampeken tulan-tulan yang biasanya di adakan di jambur. Acara ini biasanya di hadiri oleh seluruh keluarga yang bersangkutan,dan biasanya y hadir sangat banyak lebih banyak dari pesta perkawinan dan adat kematian. Setelah prosesi adat selesai maka tulan-tulan tadi semua dimasukkan ke dalam sau bangunan yang di sebut Geriten (bangunan khusus yang digunakan sebagai tempat mengumpulkan tulang-tulang tersebut).
Kegiatan ini masih terkait dengan keyakinan lama orang Karo dan masih terjaga dengan baik hingga saat ini walaupun acaranya sudah diubah dengan kegiatan yang menggunakan religi yang modern sesuai perkembangan  keyakinan. Kegiatan ini tentunya membutuhkan kerjasama, kesepakatan dan dana yang cukup besar, sehingga ini dapat menjadi salah satu indikator bahwa orang Karo telah memiliki BUDAYA yang tinggi dan menjaga NILAI KEMANUSIAAN HINGGA KELELUHURNYA YANG TELAH MENINGGAL DUNIA.

Sunday, January 22, 2012

TAHAPAN PERNIKAHAN SECARA ADAT KARO

     Suku Karo adalah salah satu Suku yang mendiami beberapa wilayah di daerah Sumatera Utara, dan sebagian kecil lainnya tinggal dan menyebar diseluruh wilayah Indonesia, dan bahkan ada juga yang tinggal di Luar Negeri.
       (ilustrasi baju adat pernikahan suku karo)
Dalam pernikahan secara adat Suku Karo dikenal 3 tahapan umum yang dilakukan dalam melaksanakannya. Didalam 3 tahapan umum ini akan dibagi lagi menjadi sub tahapan.
Adapun tahapan pernikahan yang dilakukan secara adat Suku Karo secara umum adalah sebagai berikut:

I. Persiapan Kerja Adat

1. Sitandan Ras Keluarga Pekepar
Tahapan ini adalah tahapan perkenalan antara keluarga kedua belah pihak yang akan melangsungkan pernikahan, sekaligus orang tua kedua belah pihak akan menyampaikan kepada “Anak Beru” masing-masing untuk menentukan hari yang baik untuk menggelar pertemuan di rumah pihak “Kalimbubu” untuk membahas rencana “Mbaba Belo Selambar”

2. Mbaba Belo Selambar
Dalam tahapan Mbaba Belo Selambar ini, tempat berkumpul, yaitu di rumah pihak “Kalimbubu”, dalam hal ini pihak laki-laki akan membawa makanan yang sudah dimasak lengkap dengan lauk yang akan menjadi makanan sebelum dilakukan pembicaraan mencari hari yang baik untuk melaksanakan tahapan “Nganting Manuk”

3. Nganting Manuk
Dalam tahapan ini akan membicarakan tentang utang-utang adat pada pesta perkawinan yang akan segera digelar, sekaligus merencanakan hari yang baik untuk melangsungkan pernikahan. Namun hari pernikahan tidak boleh lebih 1 bulan sesudah melaksanakan tahapan Ngantig Manuk.

II. Hari Pesta Adat

4. Kerja Adat
Pelakasanaan Kerja Adat biasanya dilakukan selama seharian penuh di kampung pihak perempuan. Tempat pelaksanaan Kerja Adat biasanya dilakukan di Balai Desa atau yang biasa juga disebut dengan istilah “Jambur” atau “Lost”

5. Persadan Tendi
Pelaksanaan Persadan Tendi dilakukan pada saat makan malam sesudah siangnya dilakukan Kerja Adat bagi pengantin pria dan wanita. Dalam pelaksaan Persadan Tendi ini akan disiapkan makanan bagi kedua pengantin yang tujuannya adalah untuk memberi tenaga baru bagi pengantin. Pengantin akan diberi makan dalam satu piring yang sudah siapkan.

III Sesudah Pesta Adat

6. Ngulihi Tudung
Ngulih tudung dilaksanakan setelah 2-4 hari setelah hari Pesta Adat berlalu. Orang tua pihak laki-laki kembali datang kerumah Orang tua pihak perempuan (biasanya pihak orang tua laki-laki membawa makanan dan lauk). Dalam prosesi Ngulihi Tudung dilakukan untuk mengambil kembali pakaian-pakaian adat pihak laki-laki yang mungkin ada tertinggal di Desa pihak perempuan disaat pesta adat digelar.

7. Ertaktak
Pelaksanaan ini dilakukan di rumah pihak kalimbubu (pihak perempuan) pada waktu yang sudah ditentukan, biasanya seminggu setelah kerja adat. Disini dibicarakanlah uang keluar saat pergelaraan pesta adat dilaksanakan. Dibicarakan pula tenang pengeluaran kerja adat yang sudah dibayar terlebih dahulu oleh pihak anak beru, sembuyak dan juga Kalimbubu. Setelah acara Ertaktak dilaksanakan, maka semua pihak baik Kalimbubu, Sembuyak, dan Anak Beru akan makan bersama-sama.

Friday, January 20, 2012

Nikmatnya Kuah Kental Cipera Manuk

Di Tanah Karo, ada masakan ayam yang sangat populer dengan nama cipera. Potongan ayam kampung – termasuk leher, sayap, kaki, hati-ampla – dimasak dengan tepung jagung sampai empuk dan berkuah kental. Tepung jagungnya harus dari bulir tua jagung Medan, agar menghasilkan kuah yang kental. Tepung jagung inilah yang sebenarnya disebut cipera. Kuah kental ini bercitarasa pedas karena memakai tuba (andaliman = Shanghai peppercorn), dan sedikit asam karena memakai asam tikala (dari buah honje kecombrang). Selain ayam, juga dicampurkan jamur merang ke dalam kuah. Ayamnya dimasak hingga sangat lunak dan menyerap bumbu

Bahan:
1 ekor ayam kampung, potong 10 bagian
¼ kg jamur merang
10 sdm tepung jagung (cipera)
2 btg daun bawang
1 btg daun seledri
6 bh honje
500 ml santan dari 1 butir kelapa
1 ltr air
2cm lengkuas, memarkan
2 btg serai, memarkan
1 bh tomat, potong 8 bagian

Haluskan:
10 bh cabai merah
5 bh cabai rawit
5 bh bawang merah
3 siung bawang putih
1 cm kunyit
1 cm jahe
2 cm lengkuas
2 btg serai
1 sdt garam

Cara Membuat:
1. Rebus air sampai mendidih, masukkan bumbu halus, lengkuas, dan serai. Masak sampai bumbu matang.
2. Masukkan ayam, masak sampai ayam matang.
3. Tambahkan honje, jamur, tomat, daun bawang, dan seledri. Tambahkan tepung jagung sedikit demi sedikit sampai adonan matang dan kental. Sajikan hangat.

makyuss, Lomok-lomok Makanan Khas Karo

Pernahkan anda mencoba lomok-lomok, jika belom maka disayangkan. Mengapa demikian karena anda telah melewatkan salah satu makanan khas karo yang sangat enak selain BPK. Apakah itu Lomok-lomok?? lomok-lomok adalah daging babi yang dimasak dengan Darahnya dan rempah-rempah lainnya seperti kunyit, kemiri, Tuba (andaliman), santan dan bumbu-bumbu lainnya. Sepintas lomok-lomok mirip sanksang tetapi sanksang tidak memakai darah dalam campuran masakannya. bagi anda yang berminat untuk mencicip lomok-lomok ini, biasanya Rumah Makan Karo menyediakan masakan ini. Berminat untuk membuatnya??? jika berminat silahkan mencobanya

Bahan-bahan yang diperlukan
  Bahan Utama
- Daging Babi ( Jika ditambahkan dengan lemaknya maka akan lebih bagus)
- Darah Babi ( Disesuaikan dengan daging babinya)
- Tulang Rusuk Babi

Bumbu dan pelengkapnya (digiling hingga halus)
- Cabe Merah (sesuaikan dengan selera)
- Cabe Rawit  (Sesuaikan dengan selera)
- bawang Merah
- Bawang Putih
- Tuba / Andaliman
-Kemiri

Pelengkap
- Serai
- Asam Patikala
- Daun Jeruk
- Garam secukupnya
- Santan kelapa

Cara mebuatnya:
 - Tumis daging babi tersebut hingga setengah masak
 - Kemudian masukan bumbu-bumbu yang dihaluskan
 - Kemudian masukan Serai, asam patikala, dan daun jeruk
 -  Masukan Santan, diaduk hingga mendidih
 - setelah mendidih masukan darah tersebut kemudian aduk hingga matang

Thursday, January 19, 2012

Trites dan cara Membuatnya

Trites adalah makanan khas Karo yang mungkin tidak ada suku di dunia ini yang mempunyai cirri khas seperti ini. Trites terbuat dari bahan pokok utama makanan lembu/kerbau yang masih ada di lambung (usus besar) sudah dihaluskan kembali oleh kerbau/lembu tetapi belum dihisap sarinya. Jadi ketika lembu/kerbau dipotong bahan dari dalam usus tersebut dipisahkan di dalam wadah yang lain. Nampaknya makanan ini menjijikan tetapi sungguh lezat dan menurut tradisi karo makanan berkhasiat mengobati sakit perut.



Bahan-bahan:
  1. Bahan trites 2 kg
  2. Usus/cincang lembu ½ kg
  3. Kelapa 2 butir
  4. Daun jeruk purut 5 lembar
  5. Serai 3 biji
  6. Cabe secukupnya (menurut selera)
  7. Bawang Putih 6 siung
  8. Bawang Merah 6 siung
  9. Kunyit 1 butir (agak besar)
  10. Asam Patikala 15 buah (as arias)
  11. Garam secukupnya
Cara membuat:
Bahan trites ditambah air 1 gelas, lalu diperas, ampasnya disisihkan airnya ini yang akan dipakai; baru ampas yang sudah disisihkan tadi taruh kembali air lalu diperas kedua kalinya, lalu ampas bisa dibuang. Air perasan tadi disaring dengan kain kasa yang bersih dan selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah untuk memasak (di Karo biasa dibuat periuk tanah) lalu dimasak di api yang tidak terlalu menyala sambil dimasukkan cincang/usus lembu. Masukkan bumbu-bumbu: daun jeruk, serai dan sedikt garam. Biarkan masakan mendidih, setelah mendidih bersihkan buih yang timbul sampai nanti tidak berbuih lagi.
Setelah daging usus/cincang lembek, masukkan asam (dipukul saja), haluskan kunyit, bawang putih, bawang merah, cabe lalu dimasukkan. Biarkan beberapa saat, sambil memarut kelapa dan diperas; ingat perasan kelapa jangan terlampau banyak air. Lalu santan dimasukkan tunggu beberapa saat dan rasain garamnya. Proses memasak terites ini memakan waktu yang cukup lama. Aromanya akan merangsang selera makan kita. Selamat mencoba!

[Rekomendasi] Mikie Holiday



Bingung liburan kemana? Tempat yang seru pelayanan luarbiasa, trus murah? Tidak kalah dengan DUFAN, cuma bedanya ini ada di kota kita sendiri, Sumatera Utara.

Mickey holiday adalah hotel yang memiliki fasilitas theme park di dalamnya. Hotel ini biasanya banyak dikunjungi oleh orang -orang yang tinggal di sekitar wilayah Brastagi. Medan contohnya, biasanya pada hari libur banyak orang yang berasal dari Medan berwisata di Brastagi dan menginap di hotel ini. Mickey holiday juga mengadakan acara untuk merayakan beberapa event, seperti tahun baru. Tiap tahun Mickey holiday menyelenggarakan acara untuk menyambut tahun baru dengan mempertunjukkan kembang api.


Hotel Mikie Holiday berlokasi di pertengahan antara Medan dan Berastagi dengan pemandangan alam yang sangat menawan. Daerah mendekati Berastagi merupakan sebuah tempat liburan yang demikian menarik karena pemandangan alam dan temperaturnya yang nyaman. Daerah Berastagi adalah daerah pegunungan yang cukup tinggi dengan berbagai perkebunan dan tanaman pegunungan yang merupakan rumah dari suku Batak, khususnya Batak Mandailing. Arsitektur tradisional rumah Batak ini mirip dengan rumah Minangkabau dan Toraja, hanya saja atap mereka tidak begitu lancip. Di daerah ini juga terdapat air terjun yang cukup besar dan telah menjadi obyek wisata bagi wisatawan domestik maupun asing.


      Hotel Mikie Holiday menawarkan rekreasi dalam dan luar ruangan, fasilitas games untuk anak dan dewasa, termasuk go-kart, bumper boat, flying fox, sky rider, hello kiddies, Buzz Coaster, video arcade, bumper cars, fun 'n jump, twister dan lainnya. Restoran Azalea menghidangkan masakan Kontinental. Asia, dan Indonesia. Passion karaoke, gossip corner, permainan di kolam, dan mesin slot. Restoran ini menyajikan spaghetti, hotdog, club sandwich, burger, French fries, tortillas, fresh juice, soft drinks, mocktail, hot beverage. Dome Cafe lokasinya di Funland restoran dengan berjalan di sebelah sisi terbuka yang menyajikan masakan khusus Jepang seperti tepanyaki campur, ramen pedes, torikatusu dan berbagai masakan asli Jepang. Hot Spot yang menyajikan berbagai masakan favorite Indonesia. Park Café juga berlokasi di Funland menyajikan adonan Singapore dan desert Indonesia seperti es campur, dan sebagainya. Snack Terrace terletak di atas bukit menyajikan snak ringan dan es krim.
Mickey Holiday Resort & Hotel
Fasilitas ; Go-Kart, Bumper Boat, Flying Fox, Sky Rider, Hello Kiddies, Buzz Coaster, Video Arcade, Bumper Cars, Fun 'n Jump, Twister plus many more!

HOTEL
Jalan Raya Medan Berastagi
North Sumatra
Indonesia
Phone: +62-628-91650 / 91651
Fax: +62-628-91652

TICKET SALES & INFORMATION
MIKIE SALES OFFICE
Kompleks Multatuli Indah Blok C 30 - 31
Medan 20151 , Indonesia
Phone : +62 61 4539957
Email : reservations@mikieholiday.com


Simalem Resort, Resort Terbaik di Sumatera Utara




Mengisi hari libur dengan jalan-jalan sepertinya sudah mulai menjadi agenda tetap kami karena sayang sekali jika sudah tinggal di suatu tempat tidak disempatkan untuk mengunjungi tempat-tempat wisata di sekitar kota. Suatu hari Sabtu sore, selesai aku lembur di kantor, kami memulai perjalanan yang sebelumnya tidak ditetapkan akan kemana, namun kami ingin ke arah Brastagi. Perjalanan dibuat sesantai dan senyaman mungkin, tidak buru-buru. Sesampainya di Brastagi sudah lepas maghrib, jalanan sudah gelap. Akhirnya kami sepakat untuk meneruskan perjalanan ke Taman Simalem Resort dengan asumsi akan menginap di hotel kecil sekitar lokasi tujuan.

Kami melanjutkan perjalanan hingga lepas Kabanjahe, dan ternyata kondisi jalan banyak yang rusak, bahkan ada beberapa titik yang sangat parah. Apalagi saat itu sedang musim hujan. Terpaksa jalan pelan-pelan hingga sampai di Merek. Dari sana kami mencoba mulai mencari penginapan, namun tidak kami temukan. Perjalanan lanjut hingga 8 km arah Sidikalang, akhirnya kami sampai juga ke Taman Simalem Resort. Namun sayang, pintu masuk sudah ditutup. Akhirnya kami mencari tempat untuk memarkir mobil dengan nyaman untuk menginap dalam mobil malam itu. Puji syukur ada, di dekat restoran yang menyediakan fasilitas umum seperti kamar mandi. Malam itu udara sangat dingin, untung perlengkapan tidur cukup banyak kami bawa termasuk selimut dan jaket. Pagi-pagi kami tidak mau kehilangan moment indah terlalu lama, sehingga langsung menuju lokasi kembali. Menurut info penjaga pintu masuk semalam, mereka akan buka jam 6 pagi.  Tiket masuk dihitung per kendaraan. Untuk 1 mobil Rp200.000,00.
Taman Simalem Resort yang menyebut dirinya Pearl of Lake Toba ini merupakan tempat wisata pemandangan alam yang menawarkan view Danau Toba dari arah utara. Dibangun dengan konsep tempat wisata yang lengkap, karena selain melihat indahnya Danau Toba, bangunan-bangunan dan semua fasilitas dibangun dengan cita rasa arsitektur yang sangat tinggi alias sangat cantik. Beberapa fasilitas yang bisa didapatkan disana adalah penginapan di dalam hutan, hiking track, resto, tempat outbond, kebun markisa, berkuda, ruangan terbuka untuk suatu acara pertunjukan, mini golf, gazebo di tepi sungai, dan masih banyak lagi. Tidak terasa memang menghabiskan waktu seharian disana.

bagi yang berminat, Ini Petanya :D

Air Terjun Sipiso-piso

     Merencanakan jalan-jalan ke Medan, Sumatera Utara? Air Terjun  Sipiso-piso wajib menjadi salah satu tujuannya. Mengapa? Biar saya cerita dulu ya tentang objek wisata yang satu ini. Air Terjun Sipiso-piso letaknya tak jauh dari Desa Tongging di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Letaknya di kawasan dataran rendah, dan Air Terjun Sipiso-piso berada di atas bukit, sehingga air yang mengalir tingginya bisa mencapai 800 mdpl. Bukit yang mengelilingi Air Terjun Sipiso-piso sangatlah hijau dan sejuk, dan tanaman yang paling banyak adalah pohon pinus.

     Air Terjun Sipiso-piso berasal dari kata piso (atau pisau dalam Bahasa Indonesia). Itu dikarenakan debit air yang tinggi yang mengalir dari atas bukit, sehingga tampak berbilah (mirip pisau yang tajam). Objek wisata Air Terjun Sipiso-piso dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Untuk menuju Air Terjun Sipiso-piso, dibutuhkan waktu tempuh sekitar 2 jam dari Kota Medan. Lokasinya, hanya sekitar 20 kilometer dari Kabanjahe, ibukota Kabupaten Tanah Karo. Moda transportasipun tidaklah sulit. Anda bisa menggunakan transportasi umum dari terminal Medan menuju Kabanjahe, atau menyewa kendaraan bermotor. Tak hanya wisatawan domestik, wisatawan asingpun banyak yang mengunjungi Air Terjun Sipiso-piso, seperti dari Belanda, Malaysia dan Perancis.

Selain Desa Tongging di mana Air Terjun Sipiso-piso berada, desa sebelahnya, Desa Tao Silalahi pun juga bisa Anda kunjungi dan sangat menarik. Pemandangan Tanah Karo dari atas bukit dapat Anda nikmati dari ketinggian melalui Gardu Pandang. Dan Danau Toba, danau vulkanik yang paling besar di dunia-pun dapat terlihat dari sini. Dan seperti air terjun pada umumnya, untuk bisa menikmati tetesan airnya, Anda perlu menuruni beberapa anak tangga sehingga sampai di bagian bawah air terjun. Hati-hati dengan kondisi yang basah dan licin jika hujan.
Air Terjun Sipiso-piso akan mengalir menuju Danau Toba. Dengan ketinggian 120 meter dari atas ketinggian, suara tetesan air terdengar keras sampai di bawah bukit. Pemandangan alam sekitarnya juga sangat menakjubkan. Selesai berwisata di Air Terjun Sipiso-piso, jika Anda membutuhkan penginapan, Anda bisa menginap di Desa Tongging, atau bisa juga di pusat Kota Kabanjahe.

Wednesday, January 18, 2012

Asal Usul Marga Sembiring

        hasil penelitian yang lebih jelas dengan judul  “PERKAWINAN SEMARGA DALAM KLAN SEMBIRING PADA MASYARAKAT KARO DI KELURAHAN TIGA BINANGA, KECAMATAN TIGA BINANGA,KABUPATEN KARO” yang ditulis oleh Fauziyah Astuti Sembiring S.H. menulis secara lengkap mengenai marga sembiring ini.
Dari hasil karya ilmiah yang ditulis oleh Fauziyah Astuti Sembiring S.H. ini terlihat jelas mengenai asal usul marga sembiring, bahkan dari sekian banyak sub marga sembiring tersebut, dibagi pula menjadi dua kelompok besar, yaitu si man biang dan  si la man biang.

      Merga sembiring milala yang di klaim pada tulisan-tulisan kutipan dari Kamus Budaya Batak Toba” karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987 yang kini banyak beredar di internet menjadi tidak masuk akal, karena marga sembiring milala sendiri pada tulisan Fauziyah Astuti Sembiring S.H adalah marga orang karo yang asli berasa dari India dan bukan dari tanah batak.
Berikut adalah pembagian Marga Sembiring yang ada pada masyarakat karo dan secara umum terdiri dari dua kelompok, yaitu :

A. Si man Biang (yang memakan anjing) terdiri dari :
1. Sembiring Kembaren, (asal usul marga ini dari Kuala Ayer Batu, kemudian pindah ke Pagaruyung terus ke Bangko di Jambi dan selanjutnya ke Kutungkuhen di Alas. Nenek moyang mereka bernama Kenca Tampe Kuala berangkat bersama rakyatnya menaiki perahu dengan membawa pisau kerajaan bernama ‘pisau bala bari’. Keturunannya kemudian mendirikan Kampung Silalahi, Paropo, Tumba dan Martogan yang menyebar ke Liang Melas, seperti Kuta Mbelin, Sampe Raya, Pola Tebu, Ujong Deleng, Negeri Jahe, Gunong Meriah, Longlong, Tanjong Merahe, Rih Tengah, dan lain-lain. Marga ini juga tersebar luas di Kabupaten Langkat seperti Lau Damak, Batu Erjong-jong, Sapo Padang, Sijagat dan lain-lain).

2. Sembiring Keloko, (menurut cerita, Sembiring Keloko masih satu keturunan dengan Sembiring Kembaren. Marga Sembiring Keloko tinggal di Rumah Tualang sebuah desa yang sudah ditinggalkan antara Pola Tebu dengan Sampe Raya. Marga ini sekarang terbanyak tinggal di Pergendangen, beberapa keluarga di Buah Raya dan Limang).

3. Sembiring Sinulaki, (sejarah Marga Sembiring Sinulaki dikatakan juga sama dengan sejarah Sembiring Kembaren karena mereka masih dalam satu rumpun. Marga Sinulaki berasal dari Silalahi).

4. Sembiring Sinupayung, marga ini menurut cerita bersaudara dengan Sembiring Kembaren. Mereka ini tinggal di Juma Raja dan Negeri).

B. Si la man Biang (yang tidak memakan anjing) atau Sembiring Singombak terdiri dari :
1. Sembiring Brahmana
Menurut cerita lisan Karo, nenek moyang merga Brahmana ini adalah seorang keturunan India yang bernama Megitdan pertama kali tinggal di Talu Kaban. Anak-anak dari Megit adalah, Mecu Brahmana yang keturunannya menyebar ke Ulan Julu, Namo Cekala, dan kaban Jahe. Mbulan Brahmana menjadi cikal bakal kesain Rumah Mbulan Tandok Kabanjahe yang keturunannya kemudian pindah ke Guru Kinayan dan keturunannya mejadi Sembiring Guru Kinayan. Di desa Guru Kinayan ini merga Brahmana memperoleh banyak kembali keturunan. Dari Guru Kinayan, sebagian keturunananya kemudian pindah ke Perbesi dan dari Perbesi kemudian pindah ke Limang.

2. Sembiring Guru Kinayan
Sembiring Guru Kinayan terjadi di Guru Kinayan, yakni ketika salah seorang keturunan dari Mbulan Brahmana menemukan pokok bambo bertulis (Buloh Kanayan Ersurat). Daun bambo itu bertuliskan aksara Karo yang berisi obat-obatan. Di kampung itu menurut cerita dia mengajar ilmu silat (Mayan) dan dari situlah asal kata Guru Kinayan (Guru Ermayan). Keturunannya kemudian menjadi Sembiring Guru Kinayan.

3. Sembiring Colia
Merga Sembiring Colia, juga menurut sejarah berasal dari India, yakni kerajaan Cola di India. Mereka mendirikan kampung Kubu Colia.

4. Sembiring Muham
Merga ini juga dikatakan sejarah, berasal dari India, dalam banyak praktek kehidupan sehari-hari merga ini sembuyak dengan Sembiring Brahmana, Sembiring Guru Kinayan, Sembiring Colia, dan Sembiring Pandia. Mereka inilah yang disebut Sembiring Lima Bersaudara dan itulah asal kata nama kampung Limang. Menurut ahli sejarah Karo. Pogo Muham, nama Muham ini lahir, ketika diadakan Pekewaluh di Seberaya karena perahunya selalu bergempet (Muham).

5. Sembiring Pandia
Sebagaimana sudah disebutkan di atas, bahwa merga Sembiring Pandia, juga berasal dari kerajaan Pandia di India. Dewasa ini mereka umumnya tinggal di Payung.

6. Sembiring Keling
Menurut cerita lisan Karo mengatakan, bahwa Sembiring Keling telah menipu Raja Aceh dengan mempersembahkan seekor Gajah Putih. Untuk itu Sembiring Keling telah mencat seekor kerbau dengan tepung beras. Akan tetapi naas, hujan turun dan lunturlah tepung beras itu, karenanya terpaksalah Sembiring Keling bersembunyi dan melarikan diri. Sembiring Keling sekarang ada di Raja Berneh dan Juhar.

7. Sembiring Depari
Sembiring Depari menurut cerita menyebar dari Seberaya, Perbesi sampai ke Bekacan (Langkat). Mereka ini masuk Sembiring Singombak, di daerah Kabupaen Karo nama kecil (Gelar Rurun) anak laki-laki disebut Kancan, yang perempuan disebut Tajak. Sembiring Depari kemudian pecah menjadi Sembiring Busok. Sembiring Busok ini terjadi baru tiga generasi yang lalu. Sembiring Busok terdapat di Lau Perimbon dan Bekancan.

8. Sembiring Bunuaji
Merga ini terdapat di Kuta Tengah dan Beganding.

9. Sembiring Milala
Sembiring Milala, juga menurut sejarah berasal dari India, mereka masuk ke Sumatera Utara melalui Pantai Timur di dekat Teluk Haru. Di Kabupaten Karo penyebarannya dimulai dari Beras Tepu. Nenek moyang mereka bernama Pagit pindah ke Sari Nembah. Merka umumnya tinggal di kampung-kampung Sari Nembah, Raja Berneh, Kidupen, Munte, Naman dan lain-lain. Pecahan dari merga ini adalah Sembiring Pande Bayang.

10. Sembiring Pelawi
Menurut cerita Sembiring Pelawi diduga berasa dari India (Palawa). Pusat kekuasaan merga Pelawi di wilayah Karo dahulu di Bekancan. Di Bekancan terdapat seorang Raja, yaitu Sierkilep Ngalehi, menurut cerita, daerahnya sampai ke tepi laut di Berandan, seperti Titi Pelawi dan Lau Pelawi. Di masa penjajahan Belanda daerah Bekancan ini masuk wilayah Pengulu Bale Nambiki. Kampung-kampung merga Sembiring Pelawi adalah : Ajijahe, Kandibata, Perbesi, Perbaji, Bekancan dan lain-lain.

11. Sembiring Sinukapor
Sejarah merga ini belum diketahui secara pasti, mereka tinggal di Pertumbuken, Sidikalang, dan Sarintonu.

12. Sembiring Tekang
Sembiring Tekang dianggap dekat/bersaudara dengan Sembiring Milala. Di Buah Raya, Sembiring Tekang ini juga menyebut dirinya Sembiring Milala. Kedekatan kedua merga ini juga terlihat dari nama Rurun anak-anak mereka. Rurun untuk merga Milala adalah Jemput (laki-laki di Sari Nembah) / Sukat (laki-laki di Beras Tepu) dan Tekang (wanita). Sementara Rurun Sembiring Tekang adalah Jambe (laki-laki) dan Gadong (perempuan). Kuta pantekennya adalah Kaban, merga ini tidak boleh kawin-mengawin dengan merga Sinulingga, dengan alasan ada perjanjian, karena anak merga Tekang diangkat anak oleh merga Sinulingga.

          Adanya perbedaan antara Sembiring Siman Biang dengan Sembiring Si La Man Biang sebenarnya menurut Jaman Tarigan, seorang pengetua adat adalah merupakan kelanjutan kisah dari pelarian Sembiring Keling setelah menipu Raja Aceh yaitu dengan mempersembahkan seekor gajah putih padahal sesungguhnya adalah seekor kerbau yang dicat dengan tepung beras. Namun, pada saat mempersembahkannya hujan turun sehingga tepung beras yang melumuri kerbau tersebut luntur sehingga ia harus melarikan diri.

         Dalam pelariannya ia menemukan jalan buntu dan satu-satunya jalan hanya menyeberangi sungai. Sembiring Keling tersebut tidak dapat berenang sehingga ia bersumpah siapapun yang dapat menolongnya akan diberi imbalan yang sesuai. Ternyata ada seekor anjing yang menolongnya sehingga ia selamat sampai ke seberang dan dapat meloloskan diri dari kejaran pasukan Raja Aceh. Setelah diselamatkan oleh anjing ia akhirnya bersumpah bahwa ia, saudara-saudara dan keturunannya tidak akan memakan anjing sampai kapanpun.

        Akibat dari sumpahnya akhirnya semua Marga Sembiring yang berasal dari India Belakang beserta keturunannya ikut menanggung akibatnya sampai saat ini, yaitu apabila ada keturunan Sembiring Simantangken Biang yang memakan anjing maka akan mengalami gatal-gatal di tubuhnya.

Gua Liang Dahar

Gua Liang Dahar adalah sebuah goa yang terletak di Desa Laubuluh Kecamatan Kutabuluh Kabupaten Karo, Goa ini memiliki kedalaman sekita 200 meter di bawah tanah dan tempat ini tergolong unik karena merupakan sebuah Goa yang menakjubkan.

Di dalamnya terdapat banyak kelelawat hitam dan tidak terlalu besar, dan kelelawar ini kadang ditangkap oleh penduduk setempat untuk dijadikan bahan makanan,Gua Liang Dahar mempunyai 3 ruang besar dengan ukuran masing–masing 500 m², 400 m² dan 300 m², serta ruang ukuran kecil lainya.

Di dalam gua terdapat mata air yang mengalir melalui terowongan kecil ke Desa Bekerah dan diatas dinding gua terdapat sarang burung layang–layang dan kalong. Jarak dari Kota Berastagi ke obyek wisata ini 40 Km, sampai ke Desa Lau Buluh dapat menggunakan kenderaan pribadi maupun kendaraan umum dan selanjutnya berjalan kaki lebih kurang 30 menit.

Gundaling, "puncaknya Orang Medan"



SIBAYAK dan Sinabung bukanlah gunung utama di pulau Sumatera. Dibanding Kerinci atau Leuser popularitasnya masih berada beberapa tingkat di bawahnya. Namun, gunung-gunung kecil yang terletak di 


Kabupaten Karo, Sumatera Utara itu bukan sama sekali tak punya sisi kemenarikan. Sibayak dan Sinabung bahkan telah menjadi semacam ikon pariwisata Tanah Karo Simalem.
Memandang Sibayak dari kejauhan, kita seperti tengah memandang lanskap Jepang atau negeri-negeri Eropa. Puncaknya yang bersemburat warna keputih-putihan itu, sepintas seperti tumpukan salju. Padahal itu cuma leleran material vulkanik yang keluar dari lubang kepundan. Tak hanya itu, lanskap masih dimanjakan oleh deretan pohon pinus serta hawa sejuk pegunungan.
Pada perjalanan dari kota Berastagi menuju Gundaling Hill, salah satu objek wisata di Dataran Tinggi Karo, beberapa waktu lalu, kami menyempatkan diri berhenti di sebuah punggungan bukit. Dari sana, Sibayak yang berketinggian 2.094 meter di atas permukaan laut (dpl) itu terlihat anggun. Meski tak terlampau agung, tapi cukup membuat kagum.
Andai ada kepulan asap dari kepundannya, tentu keindahan Sibayak jadi makin sempurna. Tak ingin melewatkan kesempatan, kami segera mengarahkan lensa kamera ke arahnya, dengan latar depan reranting dan dedaunan cemara.
Sibayak dalam bahasa Karo berarti ‘’raja'’. Konon pada masa lalu, Tanah Karo diperintah oleh lima orang Raja, yakni Sibayak Lingga, Sarinembah, Suka, Barusjahe dan Kutabuluh. Nah, Gunung Sibayak merupakan representasi dari kekuasaan mereka.




Kalau saja, saat itu punya cukup waktu, kami ingin sekali mendakinya. Dari cerita yang kami dengar, alam Sibayak amat kaya dan memesona. Sungai-sungainya berair jernih, ekosistemnya masih cukup terjaga, sementara puncaknya senantiasa hangat oleh gelegak magma. Masih ada lagi kemenarikan yang lain, yakni keindahan panorama yang terhampar di sepanjang jalur pendakian, dari kaki gunung hingga Takal Kuda (puncak tertinggi Gunung Sibayak). Karena amat terburu-buru, dengan terpaksa kami cuma bisa membayangkan saja: berada di Takal Kuda, menikmati kerlip bintang di hari malam, mengagumi matahari terbit di kaki langit, atau memandang Bukit Barisan yang membentang panjang dari utara ke selatan.
Perjalanan kami lanjutkan, melalui jalan aspal yang berkelok-kelok dan naik-turun bagaikan ular. Tak terlampau lebar memang, tapi relatif bagus dan mulus. Yang menarik, jalan dari Berastagi menuju Gundaling Hill itu dibuat satu arah, hingga kami tak perlu mengkhawatirkan datangnya kendaraan dari arah berlawanan. Selain Gunung Sibayak, banyak panorama menarik yang terlihat di sepanjang perjalanan yang memakan waktu sekitar 30 menit itu. Di sebelah barat ada Gunung Sinabung, sedangkan di arah timur tegak berdiri Gunung Baros menaungi kota Berastagi.

Tenang
Sesuai namanya, Gundaling Hill adalah bukit berketinggian 1.575 meter dpl. Suasananya tenang, karena jauh dari keramaian. Warga Kota Medan dan sekitarnya kerap menggunakan kawasan ini untuk tetirah di akhir pekan atau saat musim liburan. Di situ, pengunjung dapat berjalan-jalan mengelilingi taman yang dirindangi aneka pepohonan: pinus merkusii, Toona surei, durian, dadap, rambutan, pulai, hingga aren dan Rotan. Kalau beruntung, kita dapat melihat beberapa jenis hewan seperti monyet, rusa, elang, atau babi hutan. Kalau malas berjalan kaki untuk berkeliling lokasi, tersedia angkutan berupa kuda. Tarifnya lumayan mahal. Rp 100.000 tiap jam. Tapi untuk tujuan yang berjarak pasti, bisa dinegosiasi.


Lantaran bukan hari libur, suasana Gundaling Hill hari itu relatif sepi. Warung-warung makan dan hanyabeberapa kios suvenir yang buka. Tidak mengapa, justru dalam suasana seperti itu kami dapat menikmati keindahan alam secara leluasa. Dari sebuah tempat di situ, kami bisa memandang kembali Gunung Sibayak, Gunung Sinabung dan beberapa gunung kecil lain yang seperti bermunculan di dataran mahaluas. Elok dan menggetarkan.
Perempuan petani Berastagi

Tuesday, January 17, 2012

Danau Lau Kawar, Tenang dan Indah



Danau Lau Kawar di dataran Kabupaten Karo, Sumatera Utara dulu merupakan salah satu obyek wisata yang cukup tersohor, meski  belakangan nama danau itu nyaris tidak terdengar. 
    
Obyek wisata danau di dataran tinggi Karo di kawasan Gunung Bukit Barisan itu masuk wilayah Kecamatan Naman Teran. Perjalanan menuju Tanah Karo yang banyak menyimpan potensi wisata itu cukup menyenangkan dengan pepohonan di kiri-kanan badan jalan. Atau, jurang ditumbuhi rerimbunan pohon. 
  
Pastinya, hijau rerimbunan pepohonan dari hutan tropis itu tak pernah membosankan saat dipandang dan terlihat oleh mata kita dari balik jendela mobil, atau kaca depan penutup kepala (helm) jika mengendarai sepedamotor. 
  
Udara segar dari hawa sejuk, terlebih ketika kabut tipis menyelimuti kawasan yang dilalui itu, semakin menambah kenyamanan serta ketenangan suasana perjalanan. Apalagi di hari biasa (bukan libur) tidak begitu ramai kendaraan lalu-lalang.
   


Perjalanan dari Ibukota Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan, melintasi wilayah Kabupaten Deliserdang selama kurang lebih dua jam menjadi tidak terasa, apalagi sempat mampir di perbatasan Deliserdang – Tanah Karo, di Penatapan menikmati jagung rebus atau jagung bakarnya.
  
Di persimpangan Tugu Perjuangan Kota Berastagi, kita berbelok ke kanan menuju Kecamatan Simpang Empat. Wisatawan diberi pemandangan alam pedesaan diselingi seliweran angkutan tradisional jenis Sado (Andong), atau kerbau yang ditunggangi bocah-bocah.
  
Beberapa tahun silam infrastruktur jalan menuju Danau Lau Kawar (Naman Teran) kurang baik, namun kini ternyata telah mulus. Kondisi jalan provinsi Kabanjahe – Kuta Rakyat ini menyingkat waktu perjalanan untuk tiba di tepi Danau Lau Kawar  yang konon ada legendanya tentang anak durhaka. 

Pesona    

Danau seluas kurang lebih 200 hektare ini terletak di Desa Gugung, di kaki Gunung Sibayak. Lau Kawar ini pun merupakan salah satu dari dua danau di kawasan ekosistem Leuser.
  
Seperti umumnya danau, tetap memberikan pesona alam luar biasa ketika dipandang. Apalagi Lau Kawar merupakan pintu gerbang utama bagi para pendaki gunung untuk mencapai puncak Sinabung yang terletak 2.451 meter di atas permukaan laut.
  
Berdiri di tepi danau semakin terlihat dan terasa keindahan alamnya, alam Sumatera Utara. Di tengah marak dan gencarnya penebangan pohon, terutama pembalakan liar, ternyata kondisi huta di tepi Danau Lau Kawar masih terjaga.


Jelasnya, kini dataran di tepi danau pun sudah tertata dengan adanya jalan dan pagar bersisian dengan danau. Cuma agak sedikit disayangkan masih ada warga atau pengunjung yang menggunakan air danau untuk mencuci, padahal limbah kimia dari sabun dapat  mempengaruhi kualitas air danau, terlebih jika dipergunakan terus-menerus.
  
Pesona lain yang dijanjikan Danau Lau Kawar adalah pengunjung (wisatawan) bisa berkemah (camping) beberapa meter dari tepinya.
  
Memasang tenda untuk bermalam di tepi Danau Lau Kawar cukup menyenangkan. Selain itu, tenda-tenda (kemah) para pecinta alam pun menyuguhkan pemandangan yang khas pula.
  
Camping ground  terletak di depan danau dengan latar belakang Gunung Sinabung yang mempesona. Gunung tertinggi di Provinsi Sumatera Utara itu pun sudah lama menjadi salah satu lokasi favorit bagi para pendaki/pecinta alam.
Biaya yang dikutip oleh pengelola camping ground relatif murah. Cuma Rp2500, dan para pecinta alam pun bisa mendirikan tenda untuk menginap seberapa lama yang mereka inginkan.  
    
 
Seperti biasa dan umumnya, pada setiap lokasi dan obyek wisata hadir warung-warung yang menyediakan makanan. Ada warung yang menghadap ke danau sehingga pengunjung bisa menyaksikan keindahan alam sambil menikmati makanan di warung. Termasuk, sensasi lain berupa aktivitas warga setempat di danau.
  
Aktivitas mereka tidak lain adalah mencari dan menangkap ikan dengan menggunakan sampan kecil yang sederhana. Pengunjung yang senang memancing ikan, pasti tak bosan menunggu umpan di mata kail disantap ikan. Ada lele, mas dan cencen khas Danau Lau Kawar. Sementara, deleng atau lancuk di sekitar danau ternyata bisa menjadi jalur treking yang sangat pas buat para pecinta olah raga hash. 

Labar (Cimpa Jagung), Kue Khas Karo

        Jong labar adalah makanan khas suku tradisional dari tanah Karo simalem sebuah daerah yang berhawa dingin dengan suhu kira-kira 16-17 celcius yang berada didataran tinggi karo. Jong dalam bahasa indonesia berarti "jagung". jong labar terbuat campuran tepung dan jagung yang ditumbuk halus yang diberi lada dan garam kemudian dibalut dengan daun pisang dan dikukus hingga matang.


Jong / Jaung = Jagung
Jong / Jaung Labar = Kue berbahan jagung yang dibungkus daun  dan di kukus
RESEP Jaung Labar / Jong Labar / Jagung Labar

Bahan :
1/2 Kg Jagung manis yang sudah di parut / diiris dari bongkolnya / jagung yang telah dihaluskan (jangan di blender)
1/4 Kg Kelapa Parut Setengah Tua (1 buah kelapa ukuran kecil yang telah diparut)
1/4 Kg Gula Merah / Gula Aren yang telah diiris-iris halus (manis sesuaikan dengan selera)
1/4 sendok Teh Garam
1/4 sendok Teh Lada Hitam  yang telah dihaluskan (boleh diberi-boleh tidak, sesuai selera, tetapi lebih lezat jika ditambahkan lada hitam)
Daun Pisang Untuk membungkus





Cara Membuat
Aduk semua bahan sampai merata
Sendokkan bahan ke Daun Pisang
Bungkus di daun pisang dengan bentuk persegi panjang dan kedua ujungnya dilipatkan
Kukus kurang lebih 30 Menit atau lebih sampai matang
Siap Disajikan
Hasil dari 1/2 Kg Jagung halus kurang lebih 25 sampai 30 bungkus
Silahkan dicoba, saya yakin rasanya sangat maknyussss dan ga nyesel dehhh
Tidak ada kata terlambat untuk belajar membuat kue, heheheeh  bahannya gampang, membuatnya gampang

Monday, January 16, 2012

Kiras Bangun ( Gara Mata), Pahlawan Nasional dari Desa Batukarang

Legenda Garamata/ Kiras Bangun

Peranan Kiras Bangun/ Garamata di Tengah Masyarakat Karo
Kiras Bangun lahir di Batukarang sekitar tahun 1852. penampilannya sederhana, berwibawa dengan gaya dan tutur bahasa yang simpatik. Masyarakat menamakan beliau Garamata yang bermakna “Mata Merah”. Masa mudanya ia sering pergi dari satu kampung ke kampung lain dalam rangkaian kunjungan kekeluargaan untuk terwujudnya ikatan kekerabatan warga Merga Silima serta terpeliharanya norma-norma adat budaya Karo dengan baik.
Pemerintahan yang ada pada masa itu disebut pemerintahan Urung dan Kampung yang berdiri sendiri/otonomi. Jalannya roda pemerintahan dititikberatkan pada norma-norma adat. Tidak jarang pula terjadi sengketa antar Urung dan antar Kampung dengan motif berbagai macam persoalan.
Pihak-pihak yang bertikai, acap kali mengundang Garamata turut memecahkan persoalan. Dengan sikap jujur, berani dan bertanggung jawab Garamata bertindak tegas tetapi arif dan bijaksana, berlandaskan semboyan “Rakut Sitelu” (Kalimbubu, Sembuyak dan Anakberu) yang sudah membudaya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam bertindak beliau selalu berpegang teguh pada prinsip membenarkan yang benar, tidak berpihak, menyebabkan berbagai sengketa dapat diredakan secara damai yang memuaskan semua pihak. Simpati masyarakat tidak terbatas dikawasan Tanaha Karo saja, melainkan meluas sampai ke daerah tetangga seperti: Tanah Pinem Dairi, Singkil Aceh Selatan, Alas Gayo Aceh Tenggara, Langkat dan Deli Serdang. Hubungan dengan daerah–daerah tersebut terpelihara serasi, terlebih-lebih kegigihan perlawanan rakyat Aceh Selatan dan Aceh Tenggara terhadap penjajah Belanda, dikagumi dan dipantau secara berlanjut.
Latar Belakang Ekspansi Belanda ke Tanah Karo
Pada tahun 1870, Belanda telah menduduki Sumatera Timur yaitu di Langkat dan sekitar Binjai membuka perkebunan tembakau dan karet. Belanda ingin memperluas usaha perkebunan ke Tanah Karo dengan alasan tanah di sekitar Binjai telah habis ditanami.
Tanah Karo telah diketahui Belanda karena kerbau sebagai penarik kereta keperluan perkebunan diperoleh dari Tanah Karo. Disamping itu Binjai pada waktu itu telah menjadi kota yang didiami tuan-tuan kebun Belanda dimana banyak didatangi orang-orang Karo dari Karo Tinggi dan ada diantaranya yang bekerja sebagai pekerja kebun maupun mandor.
Kepopuleran Kiras Bangun/ Garamata telah diketahui oleh Belanda dari penduduk Langkat dan lebih jelas lagi dari Nimbang Bangun yang masih ada ikatan keluarga dengannya. Untuk itu timbul keinginan Belanda menjalin persahabatan dengan Garamata agar dibenarkan memasuki Tanah Karo guna membuka usaha perkebunan. Persetujuan Garamata atas kedatangan Belanda akan diberi imbalan uang, pangkat dan senjata.
Tawaran Belanda demikian mengandung maksud-maksud tersembunyi yang sukar ditebak apalagi Tanah Karo tidaklah cukup luas untuk jadi perkebunan.
Timbulnya Permusuhan dengan Belanda
Utusan Belanda Nimbang Bangun telah bolak-balik dari Binjai ke Tanah Karo namun keinginan Belanda memasuki Tanah Karo tetap ditolak. Keputusan ini diambil setelah dilakukan musyawarah dengan raja-raja Tokoh Karo sebagai berikut:
Keinginan Belanda untuk bersahabat dengan rakyat Karo dapat diterima asal saling menghargai dan menghormati.
Keinginan Belanda untuk memasuki Tanah Karo ditolak. Belanda tidak perlu campur dalam soal pemerintahan di Tanah Karo sebab rakyat Karo selama ini sudah dapat mengatur diri sendiri menurut peradatannya sendiri.
Keinginan Belanda masuk Tanah Karo diwujudkan pada tahun 1902, dengan mengirim Guillaume bersama sejumlah serdadu Belanda sebagai pengawalnya ke Tanah Karo setelah sebelumnya mendapat izin dari salah seorang Kepala Urung lain.
Garamata memberikan beberapa kali peringatan untuk meninggalkan Tanah Karo tetapi Guillaume tidak mau berangkat. Kemudian Garamata bekerja sama dengan beberapa Urung berhasil mengusir Guillaume, setelah 3 bulan bermukim di Kabanjahe.
Sejak pengusiran itu timbullah puncak permusuhan dengan Belanda.
Menggalang Kekuatan
Perkembangan situasi yang sudah menegang disampaikan kepada tokoh-tokoh Aceh Tenggara dan Aceh Selatan sebagai daerah tetangga yang sehaluan. Kemudian Garamata menugaskan beberapa orang untuk mengetahui informasi tentang keinginan Belanda ke Tanah Karo dengan dalih membuka perkebunan, yang merupakan tindakan memaksakan kehendaknya. Dari tokoh-tokoh Aceh Tenggara dan Aceh Selatan ini diperoleh jawaban akan membantu Garamata.
Situasi yang berkembang di Tanah Karo sudah semakin memanas semenjak Guillaume dan sejumlah pengawalnya bersenjata lengkap menduduki Kabanjahe. Garamata dan pengikutnya berupaya untuk menghimpun segenap kekuatan. Pertemuan Urung/Rapat pimpinan merupakan satu-satunya sarana yang paling mudah untuk menyampaikan berbagai macam situasi kepada segenap tokoh Urung/Pasukan Urung serta melaksanakan rencana-rencana.
Melalui pertemuan Urung, Garamata dalam pengarahannya membentuk pasukan Urung dan mengadakan benteng pertahanan di tiap-tiap Urung. Persenjataan pasukan Urung terdiri dari pedang, parang, tombak, dan senapan (dalam jumlah terbatas) yang tersedia di Urung masing-masing. Dengan demikian upaya menghimpun kekuatan, mengobarkan semangat perlawanan gigih dan bersatu sembari kewaspadaan tidak dilengahkan merupakan tekad Garamata dan pengikut-pengikutnya yang setia.
Kenyataan membuktikan bahwa pertemuan Urung di Tiga Jeraya mampu mengerahkan ribuan orang pria dan wanita mengangkat “Sumpah setia melawan Belanda” yang pengucapannya dilakukan secara serempak yang menggemuruh. Pertemuan Urung dilakukan sebanyak 6 kali dan yang terbesar pertemuan Jeraya Surbakti.
Intervensi Belanda di Seberaya Membangkitkan Kemarahan Garamata
Pada tahun 1904 serdadu ekspedisi Belanda datang dari Aceh melalui Gayo Alas dan Dairi menuju Medan. Dalam perjalanannya ke Medan melalui Tanah Karo, pasukan tersebut memasuki kampung Seberaya dimana saat itu terjadi perang saudara. Dalam perjalanan pasukan Belanda mampir di kampung Sukajulu terjadi pertempuran dengan pasukan Simbisa Urung dan pasukan Urung tewas 20 orang.
Perisitiwa berdarah di beberapa tempat merupakan petunjuk bagi tokoh Karo bahwa Belanda telah mulai menginjak-injak kedaulatan rakyat Karo. Kecurigaan Garamata demikian terbukti bahwa maksud kedatangan Belanda ke Tanah Karo adalah menjajah seperti di Langkat. Garamata memastikan bahwa perang pasti terjadi dan karena itu menugaskan beberapa orang ke Alas dan Gayo memperoleh bantuan sebagaimana disepakati setahun lalu.
Batukarang Jatuh
Karena kedudukan musuh di Kabanjahe maka disusun benteng pertahanan terdepan, yang merupakan garis pertahanan sepanjang jalan Surbakti-Lingga Julu (Kabanjahe Selatan) dan sepanjang jalan Kandibata-Kacaribu (Kabanjahe Barat) sedangkan pucuk pimpinan (Pos Komando) Garamata berkedudukan di Beganding (Kabanjahe Tenggara) untuk memudahkan pelaksanaan komando.
Ultimatum Garamata kepada Guillaume yang sudah menduduki Kabanjahe untuk kedua kalinya tidak mendapat tanggapan, bahkan mendatangkan marsuse Belanda lebih banyak lagi. Serdadu pengawalnya sudah diperkuat lagi dari sebelumnya.
Patroli-patroli Belanda menghadapi perlawanan pasukan Urung mengakibatkan terjadinya tembak-menembak. Dimaklumi memang bahwa daya tempur pasukan Simbisa/Urung terbatas pada tembak lari atau sergap “bacok lari”, kemudian berbaur dengan masyarakat setempat. Begitu pula benteng-benteng pertahanan dengan senjata pedang, parang, tombak, bedil locok dan senapang petuem yang terbatas tidak mendukung untuk bertahan lama. Adapun tembak-menembak terjadi tidak seimbang dan pihak Belanda memiliki senjata yang lebih mutakhir sedangkan di pihak Simbisa/Urung mempunyai senjata yang kalah jauh dari perlengkapan lawan.
Satu demi satu benteng pertahanan pasukan Simbisa/Urung dapat dikuasai musuh, seperti benteng pertahanan LIngga Julu, meminta korban jiwa, termasuk pimpinan pasukannya tewas tertembak. Sementara benteng pertahanan Kandibata yang dibantu pasukan dari Aceh Tenggara ditarik ke garis belakang. Benteng Mbesuka dan Tembusuh di Batukarang, (15/9/1904) dikuasai Belanda. Mujur atas dorongan para ibu dengan sorak sorai beralep-alep merupakan dorongan semangat tempur tetap tinggi. Pasukan Urung terpaksa membayar mahal dan tidak kurang dari 30 orang tertembak mati, seorang diantaranya perwira. Seusai pertempuran pasukan Urung menyingkir ke Negeri, 3 km dari Batukarang yang dipisah oleh Lau Biang yang bertebing terjal.
Negeri sebagai tempat menyingkir Garamata dan pasukannya jadi sasaran serangan mendadak oleh pasukan Belanda, seusai Batukarang diduduki, Nd. Releng br Ginting isitri Garamata menderita luka tembak sembari Garamata dan pasukannya menduduki Singgamanik dan sekitarnya.
Liren dan Sekitarnya Jadi Basis Perlawanan
Walaupun pasukan Simbisa/Urung sudah berpencar, keesokan harinya ditetapkan Kuala menjadi daerah tempat berkumpul. Pasukan Belanda terus melakukan pengejaran, maka pasukan Simbisa/Urung berangkat menuju Liren, Kuta Gamber, Kempawa, Pamah dan Lau Petundal sebagai basis pertahanan.
Dijelaskan bahwa daerah ini termasuk Dairi yang berbatasan dengan aceh Selatan, Aceh Tenggara dan Tanah Karo. Medannya bergunung-gunung, lembah yang dalam dan terjal, kurang subur, berpenduduk jarang sehingga cocok menjadi basis gerillya tetapi lemah dalam dukungan logistik.
Sebagai daerah penyingkiran semua rencana diatur dari basis ini baik untuk kontak hubungan dengan daerah tetangga maupun mengganggu patroli-patroli Belanda yang secara rutin melewati Liren dan daerah sekitarnya.
Perang Gerilya
Garamata dalam pengarahannya kepada pasukan Simbisa/Urung membuat pesan dari pedalaman antara lain, teruskan perjuangan melawan Belanda dimana saja semampu yang dimiliki dengan motto: “namo bisa jadi aras, aras bisa jadi namo” (namo=lubuk, aras=arus air yang deras). Artinya sekarang kita kalah, besok kita menang.
Pada kesempatan lain Garamata berangkat ke Singkil dengan tujuan menemui teman seperjuangannya Sultan Daulat tetapi tidak ketemu. Tidak ada keterangan diperoleh selain Aceh Selatan dan Aceh Tenggara sudah dikuasai Belanda sehingga hubungan antara kedua pihak menjadi terputus. Perlu dijelaskan bahwa waktu hendak kembali ditengah jalan ketemu dengan marsuse Belanda, Garamata dapat mengelabuinya dengan menyamar sebagai pengail.
Dalam perjalanan pulang ke Lau Petundal, Garamata singgah di Lau Njuhar, tidak lama kemudian pasukan Belanda datang mengepung. Posisi Garamata dalam bahaya dan diatur bersembunyi dalam satu rumah.
Sementara itu Garamata dipersiapkan menyamar seperti seorang perempuan yang baru melahirkan dengan muka disemburi pergi kepancuran, dengan demikian loloslah Garamata dari serangan Belanda.
Opportinuteits Beginsiel
Pendudukan Belanda atas Batuk arang dengan mengerahkan sebanyak 200 orang marsuse Belanda bersenjata lengkap ternyata belum memulihkan keamanan. Patroli Belanda tetap mendapat perlawanan walau tidak secara frontal.
Betapapun usaha yang diupayakan untuk menangkap tokoh-tokoh Urung terutama Garamata tidak berhasil sehingga semua rencana Belanda memperkuat kedudukannya seperti membuka jalan dari Kabanjahe ke Alas, mengutip blasting, menjalankan roda pemerintahan selalu terganggu/tidak dapat dijalankan. Maka dikeluarkan opportinuteits beginsiel terhadap Kiras Bangun atau Garamata bersama pengikut-pengikutnya.
Mengingat banyaknya rakyat korban akibat tindakan marsuse Belanda yang semakin membabi buta seperti peristiwa di Kuta Rih disamping itu disadari bahwa pasukan tidak dapat bertahan lebih lama mengingat keadaan yang sudah parah, terutama disebabkan hubungan dengan Alas, Gayo, Singkil sudah tertutup, pada saat mana Belanda menawarkan opportinuteits maka Garamata bersama anak buahnya berunding untuk mengambil keputusan. Dengan pertimbangan prikemanusiaan dan untuk menghindari rakyat korban lebih banyak maka penawaran Belanda atas opportinuteits beginsiel diterima dengan berat hati dan bertekad untuk menyusun kekuatan sehingga pada suatu saat dapat bangkit kembali mengusir Belanda.
Ternyata Belanda tidak mentaati tawaran sendiri karena Garamata tetap dihukum dalam bentuk pengasingan di salah satu tempat di perladangan Riung selama 4 tahun.

Guru Patimpus, Pendiri Kota Medan

Guru Patimpus adalah seorang Karo bermarga Sembiring Pelawi. Guru Patimpus dikenal sebagai pendiri Kota Medan. Berikut adalah sejarah singkat Perjalanan Guru Patimpus yang berasal dari daerah dataran tinggi Karo, hingga akhirnya mendirikan desa yang bernama Medan:

Di Monumen Guru Patimpus Tertulis Jelas Marga Sembiring Pelawi dan Bukan Marga Lain


Guru Pa Timpus dilahirkan di Aji Jahe salah satu kampung di Taneh Karo Simalem yang sejuk, dingin, nyaman dengan angin pegunungannya. Ia menikah di Batu Karang dengan beru Bangun, mendirikan kampung di Perbaji dan memiliki seorang anak laki-laki bernama Bagelit. Guru Pa Timpus bertubuh kekar, tinggi, gagah, dan berjiwa patriotik seperti seorang panglima. Ia juga seorang Guru, yang dalam bahasa Karo berarti seorang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan, ilmu obat-obatan, ilmu gaib, dan memiliki kesaktian, namun Ia-nya berjiwa penuh kemanusiaan lemah lembut dalam bertutur kata, mempunyai karakteristik yang simpatik, berwibawa, berjiwa besar dan pemberani.
Dengan menuruni lembah-lembah yang penuh mistis, hutan semak belukar dan binatang buas, ia mendaki lembah-lembah yang terjal dan curam, dengan menelusuri aliran Lau Petani menuju ke satu bandar di hilir sungai Deli untuk suatu tujuan yaitu mencoba ilmu kesaktiannya dan belajar pada Datuk Kota Bangun seorang Guru dan Ulama besar yang terkenal pada masa itu.
Setelah beberapa lama bermukim ia kawin dengan seorang putri dari pulau Brayan keturunan anak panglima Deli, bermarga Tarigan dan sekitar tahun 1590 M, ia membuka dan mendirikan kampung dipertemuan dua buah sungai Deli dan Babura yang dinamainya dengan ‘Medan’, dari perkawinannya ini lahirlah salah seorang putra yang diberinya nama Hafis Muda, dari sinilah silsilah keturunan Datuk Wajir Urung 12 Kuta (Datuk Hamparan Perak), keturunan terakhir dari Generasi ke-XV adalah Datuk Adil Freddy Haberham, SE sebagai salah seorang Datuk 4 suku dikesultanan Deli.
Guru Pa Timpus telah menjadi milik Masyarakat Kota Medan. Ia berjiwa Nasionalis dibuktikan dengan tidak dicantumkannya Marga Sembiring Pelawi pada Dirinya dan Anak Cucu Keturunannya.
Pemko Medan telah memberikan penghargaan terhadap Guru Pa Timpus, yaitu dengan ditetapkannya Hari Jadi Kota Medan pada tanggal 1 Juli 1590 dan kemudian memberikan nama kepada salah satu jalan di petisah dengan nama jalan Guru Pa Timpus.
Apa yang telah dilakukan Guru Pa Timpus adalah merupakan salah satu sejarah bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya, corak dan peninggalan sejarahnya telah memberikan warna khas kepada kebudayaan bangsa, serta hasil pembangunan yang mengandung nilai perjuangan, kepeloporan yang merupakan kebanggaan nasional ini, perlu terus digali dan dilestarikan, dipelihara, serta dibina untuk memupuk semangat perjuangan dan cinta tanah air. Perencanaan Pembangunan disemua tingkatan haruslah diperhatikan pelestariannya, apalagi pelestarian bangunan benda yang mengandung nilai sejarah bertitik tolak dari keagungan Jiwa Guru Pa Timpus.

Air Terjun Sikulikap ( Penatapan, kab. Karo)


Bila Anda jenuh, jalan-jalanlah ke Penatapan Berastagi. Di sana banyak yang bisa dinikmati, ada jagung rebus dan bakar yang enak. Kalau mau menikmati pemandangan alam nongkrong saja di warung Penatapan. Anda bisa melepaskan kejenuhan dengan menghirup udara pegunungan yang segar.

Lokasinya tidak jauh dari Pabrik Air Mineral Aqua, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo dan berada diperbatasan Kabupaten Karo dan Deli Serdang. Dari Medan, jaraknya sekitar 54 kilometer.

Bila tertantang menjelajahi alam, pilihlah lokasi strategi dengan pemandangan alamnnya yang tak bakal bisa dilupakan, Air Terjun Sikulikap.

Anda mungkin pernah mengunjungi obyek wisata ini, tapi tidak ada salahnya untuk kembali kesana karena pemandangan alamnya sangat menawan.

Setelah menjelajahi hutan sekitar setengah jam, air terjun Sikulikap terlihat. Airnya jernih dan segar. Irama airnya stabil, membawa sekian ribu liter air setiap menitnya. Bahkan saat kemarau pun debit airnya tak berhenti.

Berada di sekitar air terjun memberi sensasi tersendiri. Tiupan angin kerap membawa tempias air terjun menepis wajah. Dibawahnya, bebatuan besar tak jenuh menadah air. Alirannya menjadi anak sungai yang terus menghanyutkan air hingga menjadi sumber air minum yang dikelola perusahaan air minum. Air tejun Sikulikap tingginya sekitar 20 meter lebih.

Sumber air Sikulikap berasal dari Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Barisan. Hutannya merupakan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Taman Nasional Gunung Leuser.


Di sekitar Sikulikap, hanya irama air terjun menjadi musik pengiring. Selebihnya, ketenangan yang ada disana. Ada beberapa tempat duduk, termasuk yang persis di hadapan air terjun. Di sekeliling air terjun adalah hutan tropis lebat, dengan tonjolan dinding-dinding cadas pada beberapa tempat. Dan disekitarnya terlihat tebing batu yang tegak lurus. Sejumlah pemanjat tebing sering memanfaatkan batu cadas di samping air terjun. Sejumlah pasak-pasak besi pengait terlihat di tanam di permukaan tebing. Selain tingginya cukup lumayan, sekitar 30 meter, jalurnya cukup menantang.



 
Ini Videonya

 

Harga Diri, Dibayar Darah

Belajar pada masa lalu itu bijak, agar kita sadar bahwa kita adalah produk dari sebuah masyarakat yang berjalan, produk dari sebuah budaya itu sendiri dan dipengaruhi oleh waktu yang melaju bersama interaksi dengan masyarakat luar lainnya. Dan ketika menemukan kabar lama yang menyakitkan, kita harus mampu berucap :
"Horeee... aku menemukan akar penyebab penyakit di kekinian."
Berikut kabar lalu tentang masyarakat Karo yang katanya : "Selain beradat, suka menolong, hemat, dan pengasih, mereka juga pendendam dan tahu harga diri".


13 Agustus 1988
Tempointeraktif.com
Umbul-umbul, dipacangkan di sebuah lapangan, di Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Itulah pertanda akan berlangsung pertarungan dua laki-laki. Penduduk membentuk lingkaran, menonton kedua pria yang siap turun berlaga dengan tangan kirinya terikat seutas tali satu sama lain. Lali, seorang pengetua adat, setelah berpidato singkat, menyerahkan pisau kepada kedua jagoan. dengan pisau di tangan, keduanya mengangkat sumpah : "Pinter bilang ku Dibata" (lurus perhitungan kepada Tuhan). Artinya, cuma Tuhan yang tahu, siapa yang benar di antara mereka. Setelah aba-aba pertarungan dimulai, tikam menikam pun terjadi.

"Biasanya," kata Moderamen (pucuk pimpinan) Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), Ds. A. Ginting Suka, "seseorang dari mereka mati". Dan penonton mempercayai, yang bersalah adalah yang mati.

"Jika keduanya tewas, maka keduanya memang dianggap bersalah," kata P. Antonius Sitepu, dosen Fisipol Universitas Sum-Ut (USU), kepada TEMPO. Duel maut semacam itu, secar adat, pernah menjadi pilihan terakhir untuk menyelesaikan perselisihan. Ini ditempuh jika musyawarah keluarga, kerabat, dan lembaga adat tidak mampu mendamaikannya. Pembunuhan terjadi, kata Ginting Suka, biasanya karena harga diri seseorang tersinggung.

Upacara Sar-sar Lambe, duel untuk mencari yang bersalah tersebut, telah dihapus sejak zaman Belanda. Pemancangan umbul-umbul di lapangan untuk mengadili "siapa yang salah dan benar" dengan duel maut semacam itu juga sudah tidak ada lagi. Namun, mengutip kesimpulan Seminar Adat-Istiadat Karo awal 1977, masyarakat di kabupaten itu agaknya punya sifat menonjol: "Selain beradat, suka menolong, hemat, dan pengasih, mereka juga pendendam dan tahu harga diri".

Sunday, January 15, 2012

Tembut-tembut Seberaya

Tembut-tembut Seberaya

 Hai, Teman-teman, Kenal gak dengan salah satu seni pertunjukan tradisional Batak karo ini? ya, seni pertunjukan tradisional ini kerap digunakan dengan nama “gundala-gundala” karo atau Lingga (Desa Lingga). Tembut-Tembut Seberaya diciptakan oleh Pirei Sembiring Depari yang lahir antara tahun 1856 atau 1886 di keluarga yang sudah mempunyai jiwa seni. Dia terlahir sebagai seorang seniman dan seorang pandai besi (pembuat tumbuk lada) yang berbakat. Pada tahun 1918 hiasannya terhadap tumbuk lada (senjata tradisional Batak Karo, mempunyai maksud yang sama dengan Keris dari jawa) dirasakan sangat unik dan istimewa oleh pemerintahan kolonial Belanda. Dari hal tersebut, Belanda membawanya ikut ke Betawi untuk berpartisipasi pada ajang kejuaraan pahat nasional dan hasil pertandingan tersebut diraihnya dengan mendapat juara 2 nasional dari pemerintah kolonial Belanda sebagai pemahat dengan ukiran terbaik setelah Bali. Apresiasi diberikan oleh pemerintahan kolonial Belanda berupa uang dan medali sebagai hadiah. Sepulang dari Betawi, Pirei Sembiring Depari menciptakan seni pertunjukkan tembut-tembut dengan awal maksud hanyalah sebagai hiburan masyarakat semata namun tetap dilatarbelakangi bekal petualangan Pirei ke beberapa pelosok desa. tembut-tembut berasal dari kata “nembut-nembuti yang artinya Menakut-nakuti orang yang ingin berbuat niat jahat. Kini keberadaan Tembut-tembut seberaya, sangat memprihatinkan. Duplikasi Tembut-Tembut semakin menjadi-jadi, para pemilik modal dengan gampangnya membuat topeng yang mirip dengan topeng ini. alhasil, yang paling terkenal saat ini malahan bukan Tembut-Tembut-nya tetapi Gundala-Gundala yang dibuat dari desa lain (lingga). dengan kata lain, Tembut-tembut sedang mengalami pergeseran arus bawah yang sangat kuat. Apa yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten karo dalam menghadapi situasi yang memprihatinkan ini? sangat ironi, mereka malah membuat duplikasi yang baru. Sekarang tembut-tembut seberaya tidak lagi pernah digunakan dalam berbagai macam festival budaya, kata penjaga Museum Lingga kepada penulis “Tembut-tembut seberaya sudah ada di ambang kepunahan, begitu kata dinas kebudayaan karo kepada saya, waktu saya mementaskan gundala-gundala”.
Penulis tidak sepenuhnya percaya dengan apa yang dikatakan oleh budayawan Lingga ini. ke-esokan harinya, penulis mendatangi langsung departemen kebudayaan dan pariwisata kabupaten karo. tak diduga, mereka malah mengusulkan untuk tidak membahas ini dalam penelitian yang saya sedang kerjakan tersebut, mereka mengusulkan untuk mengambil permasalahan di seputar Berastagi saja. Wah, Ironi… Ironi, dengan tegas dan bersuara nyaring mereka mengatakan ” eh, biar kau tau aja, gak ada namanya tembut-tembut di tanah karo ini, yang ada hanya gundala-gundala lingga”. Jujur,peneliti sangat syok. apa yang terjadi? mengapa sepertinya mereka panik ketika saya berusaha meneliti ini? apa keuntungan yang mereka dapatkan? mengapa mereka tidak mendukung penelitian saya? dan berbagai pertanyaan lain muncul di benak saya pada saat itu.
saya berusaha menepis pandangan negatif yang disampaikan kepada saya oleh pemerintah kabupaten karo, dan berusaha mencari kepastian yang nyata. esoknya saya mengunjungi Desa Seberaya, kurang lebih 30 menit dari kota Berastagi–berusaha menjumpai sang empu-nya tembut-tembut seberaya. dengan ramah, penjaga tembut tembut seberaya menerima saya dengan tangan terbuka. peneliti menceritakan maksud kedatangan dan kisah-kisah yang dialami pada saat mencari data tentang seni pertunjukan ini. sedari tersenyum, paman tersebut menceritakan, tahun 2004 tembut-tembut ini diberangkatkan secara eksklusif ke 11 negara di dataran eropa bersama seni tari tradisional khas indonesia lainnya. pada saat itu Pihak dari Eropa meminta yang Asli bukan duplikasi-nya, yah tau saja bagaimana kualitas Eropa (mereka tidak mau the fake serial). sekarang ini kualitas standar Eropa tersebut telah mengalami masa transisi yang sangat pahit. pelaku budaya sedikit nyeletuk, “yah… hahaha… departemen pariwisata kabupaten karo–sengaja mereka tempah tembut-tembutnya sendiri–biar dapat pemasukan lah–makanya sekarang omset tembut-tembut seberaya lagi turun–semua proyek mereka yang ambil–sebentar lagi kayanya mereka mau buat–supaya tembut-tembut mereka itu di cap yang asli– ah.. terserah mereka lah”.
mungkin anda dapat menyimpulkan penelitian ini.

















Video Tembut-tembut Seberaya